QRIS Jadi Alat Transaksi Tunggal, Dinilai Melanggar Regulasi dan Hak Konsumen

23 Desember 2025, 06:36 WIB

Jakarta – Polemik penggunaan QRIS sebagai satu-satunya metode pembayaran kembali mencuat setelah sebuah video viral di media sosial. Dalam rekaman tersebut, seorang perempuan lanjut usia ditolak saat hendak membayar dengan uang tunai di gerai roti Roti O.

Gerai tersebut diketahui hanya menerima pembayaran melalui QRIS. Kejadian itu memicu protes dari seorang konsumen lain yang menilai kebijakan tersebut merugikan masyarakat.

Menurut Tulus Abadi, pegiat Perlindungan Konsumen, Ketua FKBI (Forum Konsumen Berdaya Indonesia), fenomena pembayaran digital melalui QRIS memang tengah meningkat pesat.

Tidak hanya di merchant besar, kini sistem ini juga merambah ke kalangan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM-UMKM).

‘Banyak konsumen merasa praktis menggunakan QRIS. Namun, menjadikannya sebagai sarana transaksi tunggal dan menolak uang tunai jelas bertentangan dengan regulasi serta menimbulkan persoalan sosial,’ katanya dalam keterangan tertulis Senin 22 Desember 2025.

Menurut Undang-Undang tentang Uang, uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di Indonesia. Dari sisi sosiologis, penggunaan uang tunai masih lebih dominan dibandingkan transaksi non-tunai.

Karena itu, menolak pembayaran dengan uang cash dianggap melanggar ketentuan hukum sekaligus hak konsumen. Konsumen berhak memilih metode pembayaran, baik tunai maupun non-tunai, terlebih karena penetrasi QRIS belum sepenuhnya merata di masyarakat.

Data Bank Indonesia menunjukkan, sepanjang 2024 transaksi QRIS mencapai 6,24 miliar dengan nilai Rp 659,93 triliun, tumbuh 194,04 persen dibanding tahun sebelumnya. Jumlah pengguna QRIS tercatat 52,55 juta dengan 33,37 juta merchant.

Meski demikian, lanjut Tulus Abadi, transaksi non-tunai secara keseluruhan baru menyentuh 20 persen.

Sementara itu, penggunaan uang tunai masih mendominasi, meski menurun dari 84 persen pada 2022 menjadi 80 persen pada 2023.

Bank Indonesia sebagai penggagas QRIS diingatkan agar menegaskan kembali bahwa QRIS adalah opsi pembayaran, bukan kewajiban tunggal.

Kementerian terkait seperti Kemenperin, Kemendag, dan Kementerian Koperasi dan UKM juga diminta aktif memberikan edukasi kepada pelaku usaha agar tetap menyediakan akses pembayaran tunai.

Terobosan BI melalui QRIS patut diapresiasi karena kini dapat digunakan lintas negara, termasuk di Singapura, Thailand, Malaysia, Jepang, Korea, dan China. Namun, menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society) di Indonesia membutuhkan proses transisi panjang.

Sosialisasi masif, penguatan regulasi, hingga amandemen undang-undang diperlukan agar kebijakan sejalan dengan karakter masyarakat Indonesia yang majemuk dari sisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan literasi digital.***

 

 

Berita Lainnya

Terkini