Rai Mantra Sebut Reklamasi Ancam Eksistensi Adat dan Budaya Bali

14 April 2018, 01:40 WIB

DENPASAR– Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Nomor Urut 2, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta), menunjukkan kapasitas keduanya saat tampil dalam acara Kupas Kandidat, yang diselenggarakan TVRI Nasional, Kamis (12/4/2018) malam.

Pengalaman di pemerintahan, yang membuat pasangan calon yang diusung Partai NasDem dan sejumlah partai lainnya ini, memukau para panelis yang dihadirkan dalam acara tersebut.

Bahkan sejak awal, panelis melontarkan pujian kepada pasangan calon yang murah senyum, santai dan tidak demam panggung ini.

Dimulai pakar politik LIPI R Siti Zuhro, Sekjen KPK R Bimo Gunung Abdul Kadir, pengamat kebijakan publik Sirojuddin Abbas, hingga pakar ekonomi Firmanzah, semuanya puas dengan jawaban-jawaban lugas Rai Mantra maupun Sudikerta.

Pengalamannya sebagai wakil wali kota Denpasar, dan kemudian menjadi wali kota Denpasar, mampu dengan lugas dan tepat menjawab semua pertanyaan panelis.

Begitu juga Sudikerta. Pernah duduk sebagai anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Bali, dua periode menjadi wakil bupati Badung, dan kemudian duduk sebagai wakil gubernur Bali, merupakan modal Ketut Sudikerta untuk menjawab cecaran pertanyaan panelis.

Itu pula sebabnya, untuk seluruh pertanyaan panelis, keduanya tampak menjawab dengan penuh keyakinan, tanpa ada sedikit keraguan.

Salah satunya, terkait reklamasi Teluk Benoa. Setelah ditayangkan pertanyaan warga soal ending reklamasi Teluk Benoa, Rai Mantra dengan tegas menyatakan bahwa sesungguhnya sejak 2013 dirinya sudah menolak reklamasi Teluk Benoa.

Itu artinya, sikap menolak reklamasi Teluk Benoa itu sudah ada jauh sebelum dirinya tampil sebagai calon gubernur Bali. 

Tak sekedar menolak, namun Rai Mantra juga menyodorkan alasan rasional terkait sikapnya tersebut.

Penolakan itu, kata dia, merujuk pada kajian yang dilakukan oleh akademisi dan pakar dari Universitas Udayana (Unud) dan juga sikap tegas yang sudah disampaikan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.

Isu reklamasi Teluk Benoa itu, juga telah menciptakan kontroversi di Bali, baik secara adat, budaya, agama dan sosial kemasyarakatan.

Belum lagi, lokasi Teluk Benoa itu ada di Bali selatan. Sementara daya tampung ei selatan Bali, sudah sudah tidak memungkinkan lagi. Saat ini dalam satu kilometer persegi, sudah dihuni oleh sekitar 7000 orang.

“Ini sangat krodit di selatan Bali. Dan kami sangat tegas menolaknya,” tanda Rai Mantra.

Kontroversi lainnya saat ini adalah jumlah desa adat di Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa, sangat besar.

Bila desa adat di Bali menolaknya, maka tentu hal ini sudah dikaji secara adat dan budaya, bahwa jika reklamasi itu terwujud maka Bali akan mendapatkan ancaman serius tentang eksistensi adat dan budayanya. (*)

Berita Lainnya

Terkini