Rangkap Jabatan Marak, Kinerja BUMN Sulit Diharapkan Profesional

28 Mei 2017, 16:31 WIB
Ekonom konstitusi Defiyan Cori

JAKARTA – Banyaknya pejabat yang merangkap jabatan seperti di Kementerian Keuangan maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi presden buruk bagi upaya membangun kinerja yang optimal maupun profesionalisme.

Diketahui, sebelumnya anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi II, Ahmad Alamsyah Saragih menyebut adanya 222 rangkap jabatan di 144 BUMN. Temuan ini menjadi catatan khusus bagi Komisi Ombudsman Nasional (KON).

Dalam pandangan Ekonom Konstitusi Defiyan Cori. berdasar perspektif teori manajemen berkaitan dengan spesialisasi dan job description, maka rangkap jabatan saja sudah tak mungkin mencapai sasaran dan kinerja yang profesional dan optimal.

Deskripsi pekerjaan (job decription) dalam berbagai buku teks manajemen disebutkan sejumlah daftar tugas dan fungsi serta tanggungjawab secara umum seseorang dalam sebuah jabatan atau posisi tertentu yang membutuhkan spesifikasi tertentu.

Sebut saja,kualifikasi, keahlian dan keterampilan serta membuat laporan atas pekerjaannya itu dengan memperoleh imbalan atau gaji sejumlah tertentu.

“Secara manajerial, kompleksitas pekerjaan dan tanggungjawab serta permasalahan sebuah bidang pekerjaan adalah sangat tidak mungkin seseorang (setinggi apapun ilmu dan banyaknya gelar yang disandang) dapat fokus dan bekerja optimal, apalagi sebagai individu setiap orang memiliki keterbatasan,” urainya belum lama ini.

Yang terjadi, justru akan memunculkan konflik dalam sebuah organisasi atau institusi pekerjaan tersebut sehingga mengganggu kelancaran dan motivasi pencapaian kinerja.

Banyak penelitian yang telah dilakukan ahli manajemen seperti Harold Couch, Elton Mayo dan dilengkapi Teori Motivasi Maslow, bahwa setiap individu memiliki pengaruh dan pengharapan yang sama dalam sebuah pekerjaan untuk menghidupinya.

“Karenanya, setiap individu yang merangkap jabatan akan memunculkan ketidakpuasan pada yang lain,” tandas alumnus Ekonomi UGM Yogyakarta itu.

Dalam konstitusi negara pun (UUD 1945) apalagi jelas dinyatakan dalam pasal 27 ayat 2, “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” yang berarti setiap pihak yang merangkap jabatan telah menghilangkan kesempatan sesama warga negara untuk memperoleh pekerjaan.

Apalagi, rangkap jabatan itu dilakukan juga oleh para akademisi yang memahami betul konstitusi, peraturan dan perundang-undangan serta teori-teori dalam ilmu yang mereka ajarkan di perguruan tinggi justru mereka langgar sendiri.

“Perlu kiranya kita memulai perbaikan bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi UUD 1945, serta sedapat mungkin dimulai dari keteladanan para guru, dosen atau akademisi dan pejabat birokrasi,” demikian Defiyan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini