Denpasar -Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar mendeportasi Seorang ibu warga negara Rusia berinisial VM (32) beserta ketiga anak ke negaranya pada 20November 2024
Mereka dideportasi setelah melanggar Pasal 78 Ayat (3) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Imigrasi kembali menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum keimigrasian dengan mendeportasi VM yang pertama kali tiba di Indonesia pada Mei 2018 bersama anak pertamanya, MM, menggunakan visa wisata melalui Bandara Ngurah Rai, Bali.
Sejak saat itu, ia menetap di Indonesia dan sempat sekali memperpanjang izin tinggalnya yang berakhir pada awal Juli 2018.
“VM Selama proses pemeriksaan, tidak dapat menunjukkan dokumen paspor, baik yang lama maupun yang baru,” ungkap Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita.
Paspor lamanya telah diserahkan kepada Kedutaan Rusia, sementara paspor baru yang diterbitkan oleh kedutaan telah rusak dan hilang.
Selama beberapa tahun tinggal di Bali, VM melahirkan 2 anak lagi bersama teman prianya berinisial V yang juga warga negara Rusia, kedua anak tersebut adalah RM dan BM.
Alasan disampaikan VM terkait pelanggaran izin tinggalnya adalah karena situasi permasalahan keluarga yang rumit.
Ia mengaku tidak dapat kembali ke Rusia karena anak-anaknya ditahan oleh pasangannya, sehingga ia tidak dapat meninggalkan Indonesia dan memilih tetap tinggal di Bali untuk memantau anak-anaknya.
Selama di Indonesia, VM tidak bekerja dan kebutuhan hidupnya ditanggung oleh ibunya yang tinggal di Rusia.
Merasa melanggar ketentuan keimigrasian, pada 30 Oktober 2024 VM memberanikan diri melapor ke pihak Imigrasi Ngurah Rai.
Dirinya mengaku selama beberapa tahun ini memilih diam karena takut dengan konsekuensi hukum yang harus ia hadapi.
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tpi Ngurah Rai, menyatakan VM melanggar Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang berbunyi, “Orang Asing yang telah melebihi izin tinggal lebih dari 60 (enam puluh) hari dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi.
VM pun langsung diamankan. Pada hari yang sama, seorang wanita WNI bernama inisial SK mendatangi Kantor Imigrasi Ngurah Rai dengan membawa MM, RM, dan BM.
Saat dimintai keterangan, SK mengaku mengantar ke-tiga anak tersebut ke Kantor Imigrasi Ngurah Rai atas permintaan seorang pria asing yang tak dikenalinya yang tiba-tiba mendatanginya di warung miliknya yang berada di daerah Kuta.
“SK menuruti permintaan pria tersebut atas dasar rasa kemanusiaan,” imbuh Gede Dudy Duwita.
Sebagai langkah lanjutan, Imigrasi Ngurah Rai memberikan tindakan administratif Keimigrasian berupa deportasi terhadap VM dan mengusulkan namanya masuk dalam daftar penangkalan.
Namun karena pendeportasian tidak dapat dilaksanakan segera karena belum tersedianya tiket pemulangan, VM dan anak-anaknya dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pada 30 Oktober 2024.
Selama masa pendetensian, dilakukan upaya maksimal dalam menyiapkan segala kelengkapan yang diperlukan untuk memastikan pemulangan VM berserta ke-tiga anaknya berjalan lancar.
Pada 20 November 2024, SJ akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Rusia.
Ditegaskan, Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, pihaknya akan terus menindak tegas pelanggaran keimigrasian.
Pihaknya tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing.
“Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional,” ujar Dudy.
Kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, komitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing di Bali.
“Pengawasan ketat dan tindakan tegas akan terus dilakukan. Kami berkomitmen untuk melindungi kepentingan warga lokal serta memastikan keamanan dan ketertiban bagi wisatawan asing yang mematuhi aturan,” ujar Pramella Yunidar Pasaribu.
Dudy menambahkan bahwa sesuai Pasal 102 UU No. 6 Tahun 2011, penangkalan terhadap warga negara asing dapat diberlakukan hingga enam bulan dan diperpanjang jika dibutuhkan.
Keputusan lebih lanjut akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan kasus VS secara menyeluruh. ***