Saatnya Anak Muda Menjemput Peran Strategis Lewat Politik Elektoral

16 Juli 2025, 18:24 WIB

Kabarnusa – Kita lahir dan tumbuh dalam era yang penuh tantangan. Di satu sisi, kita mewarisi semangat reformasi yang memerdekakan lidah dan langkah. Di sisi lain, kita menyaksikan bagaimana demokrasi yang diperjuangkan itu kerap dikotori oleh pragmatisme, oligarki, dan kepentingan sesaat. Kita anak-anak muda yang tumbuh di tengah keterbukaan informasi dan semangat idealisme sering kali berdiri sebagai oposisi moral terhadap kebijakan yang timpang, terhadap kekuasaan yang kerap tak berpihak pada rakyat.

Namun, izinkan saya menyampaikan sebuah refleksi penting: Apakah cukup jika kita hanya berteriak dari luar pagar kekuasaan? Apakah cukup jika perjuangan kita hanya selesai dalam poster dan mimbar orasi?

Saya adalah bagian dari generasi yang pernah memimpin BEM, memobilisasi ribuan massa aksi, menggugat kebijakan, dan membela hak-hak rakyat kecil. Tapi saya juga menyadari bahwa sekeras apa pun suara dari jalanan, tidak akan sekuat suara dari dalam ruang sidang pengambilan keputusan. Di titik itulah saya mulai merenung perjuangan tidak boleh berhenti di tataran simbolik. Perjuangan sejati adalah yang bertransformasi menjadi kebijakan nyata.

Kritik Harus Naik Level
Kita sering berbicara tentang perubahan sistemik. Tapi sistem tidak berubah hanya dengan kritik; ia berubah jika kita menguasai alat-alat yang mengatur sistem itu sendiri dan salah satunya adalah partai politik. Memang benar, parpol di Indonesia hari ini tidak semuanya bersih. Tapi jika kita terus menjauhinya, meninggalkannya dalam genggaman segelintir elite, maka selamanya sistem ini akan rusak dari dalam.

Masuk ke partai bukan berarti tunduk pada kekuasaan. Justru di sanalah kita diuji: mampukah kita membawa idealisme dan integritas ke dalam medan yang penuh kompromi itu? Jika anak muda tidak hadir dalam proses kaderisasi politik, maka jangan salahkan jika kursi-kursi legislatif dan eksekutif ke depan tetap diisi oleh wajah-wajah lama, yang mungkin sudah letih berpikir untuk masa depan.

Indonesia Emas Bukan Sekadar Slogan
Visi Indonesia Emas 2045 sering kita dengar dalam pidato-pidato pejabat. Tapi perlu dicamkan, Indonesia Emas bukan sekadar narasi negara ia adalah panggilan sejarah kepada generasi muda untuk memimpin. Pada 2045 nanti, mayoritas penduduk Indonesia adalah anak muda. Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita mau memimpin, tapi apakah kita sudah siap untuk memimpin?

Kesiapan itu tidak dibentuk hanya dengan kritik, tetapi dengan terlibat langsung: belajar tata kelola, memahami proses legislasi, meniti tangga kaderisasi partai, hingga terjun ke dalam kontestasi elektoral. Mulailah dari sekarang. Jika kita ingin mengubah kebijakan, maka kita harus ada dalam posisi untuk menentukannya.

Bergeser dari Romantisme ke Realitas Perjuangan
Aktivisme mahasiswa adalah sekolah kepemimpinan yang luar biasa. Tapi banyak dari kita terjebak dalam romantisme perjuangan. Kita bangga menjadi oposan, tetapi tidak bersedia menjadi pemimpin. Kita puas menjadi pengkritik, tapi enggan memikul tanggung jawab untuk memperbaiki dari dalam.

Perjuangan tidak harus selalu melawan. Ada kalanya, perjuangan adalah masuk, bertarung, dan perlahan mengubah. Politik bukan ladang dosa, jika kita masuk dengan nilai. Justru politik hari ini butuh darah segar butuh anak-anak muda yang tidak hanya cerdas, tapi juga punya integritas dan keberanian untuk membersihkan ruang-ruangnya.

2029: Momentum Generasi Baru
Pemilu 2029 harus menjadi titik balik. Anak muda tidak boleh lagi hanya menjadi relawan, juru kampanye, atau tim media. Kita harus jadi calon legislatif, calon kepala daerah, bahkan calon presiden. Kita harus mengisi struktur partai politik, bukan sekadar jadi simpatisan.

Mulailah dari sekarang. Bangun relasi. Masuk dalam partai. Ikuti pendidikan politik. Perkuat basis massa. Jangan tunggu sempurna untuk bertindak. Perubahan tidak menunggu kita siap kita yang harus menjemputnya.

Akhir kata, saya ingin mengingatkan satu hal penting: Idealisme tidak akan mati hanya karena masuk politik. Ia justru diuji dan dibuktikan di sana. Jika kita percaya bahwa negara ini bisa lebih adil, lebih makmur, dan lebih manusiawi maka jangan hanya bicara. Mari rebut posisi. Mari ambil alih kekuasaan. Mari pimpin negeri ini.

Jangan berhenti di jalanan. Karena sejarah hanya mencatat mereka yang benar-benar berani mengambil peran.***
Oleh : Herianto, S.P.
Mantan Presiden Mahasiswa BEM Unram & Koordinator Pusat BEM SI 2024, fo  

Berita Lainnya

Terkini