Saatnya Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Jadi Profesi

8 Januari 2015, 17:36 WIB
La Mema Parandy ST.,MM. /*ist

Persoalan kemiskinan yang tak berkesudahan hingga sekarang terus menjadi agenda perioritas pembangunan nasional dan secara keseluruhan belum mampu terpecahkan. Ini merupakan tanggungjawab bagi seluruh elemen masyarakat dan stakeholder terkait untuk menemukan cara atau strategi penaggulangan yang tepat guna.

Kekurangan sandang, pangan, persoalan energi, dan daya beli masyarakat, kemuadian akses transportasi dan letak geografi juga ikut memberikan dampak langsung sulitnya pembanggunan di Desa.

Masyarakat yang mendiami desa merupakan kesatuan sistem kemasyarakatan yang berinteraksi dengan sistem kelembagaan lokal yaitu unsur pemerintahan dan organisasi/kelembagaan kemasyarakatan Desa.

Program pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan terencana berdasarkan SKKNI Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat.

Gagasan mengenai peran kelembagaan lokal dalam pemberdayaan patut diapresiasi. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi lebih lanjut adalah (1) Bagaimana menyesuaikan materi program pemberdayaan dengan kapasitas dan karakteristik masyarakat Desa.

(2) Adanya pemerataan kesempatan bagi masyarakat Desa. Program yang diberikan harus ditinjau sejauh mana kemampuannya menjangkau jumlah warga desa sasaran.

Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (FPM) bagian penghubung pemerintah dan stakeholder akan semakin memperkuat peran kelembagaan untuk bertanggung jawab mengatasi persoalan ketidakberdayaan masyarakat.

Wujud partisipasi tersebut dari, oleh dan untuk masyarakat merupukan elemen kunci setiap unsur dan sistem program pemerintah dalam menimplementasikan Undang-undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa.

Program-program berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan Pemerintah sejak awal dasawarsa 1990-an, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat  (PNPM) Mandiri 2007, PKH, P2KP dan lembaga non-pemerintah.

Semua program itu pada dasarnya mengembangkan prinsip pengelolaan pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat (community driven development) dengan misi meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperkuat pilar ekonomi masyarakat/warga, serta mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).

Pelaku utama pemberdayaan masyarakat yaitu para konsultan pendamping atau fasilitator pemberdayaan masyarakat perlu meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalnya secara sistematis melalui serangkaian pelatihan, praktik-praktik fasilitasi implementasi prinsip dan mekanisme program, serta pembelajaran bersama secara terus menerus.

Melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (LSP-FPM) serta Asosiasi Profesi HAPMI, IPPMI, AFPM akan dilakukan uji kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat sehingga mereka berhak atas sertifikat dan memperoleh pengakuan kompetensi.

Tentunya akan tidak mudah memobilisasi kurang lebih 16.000 s/d 30.000 fasilitator pemberdayaan masyarakat Desa di seluruh Indonesia.

Bahkan untuk mengawal satu (1) kabupaten seperti di Kabupaten Pacitan Jawa Timur Jumlah fasilitator pemberdayaan Desa yang dibutuhkan kurang lebih 150 s/d 170 orang.

Kebutuhan akan tenaga Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam mengawal proses pembangunan baik di desa/kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota terus meningkat.

Dalam perkembangannya, jenis Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat juga beragam sesuai tuntutan pembangunan antara lain; fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknis, fasilitator keuangan, dan sebagainya.

Fakta adanya kebutuhan akan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang memiliki kompetensi tertentu dan jumlahnya terus meningkat, menunjukkan bahwa fasilitator pemberdayaan masyarakat telah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah profesi.

Dalam SKKNI FPM 2011, Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.

Pentingnya sertifikasi profesi, akan memberikan implikasi kepada banyak pihak yaitu: (1). Masyarakat, sertifikasi akan menjamin terselenggaranya layanan pemberdayaan masyarakat yang berkualitas,

(2). Institusi pengguna, sertifikasi akan menjamin bahwa tenaga Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang dipekerjakan benar-benar memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dan biaya yang telah dikeluarkan,

(3). Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, sertifikasi ini merupakan pengakuan terhadap profesinya dan diikuti oleh adanya penghargaan (gaji, upah, dan insentif lain) yang memadai.

Sesuai dengan standar gaji atau remunerasi yang berlaku bagi seorang tenaga professional dan tingkat pengalaman yang dimiliki.

Dengan demikian, masa  depan dan keberlanjutan profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat akan terakui dan terjamin, sehingga mampu berpartisipasi mewujudkan mewujudkan Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Wallahualambisahwab.

Penulis La Mema Parandy ST.,MM.

Direktur Eksekutif Lembaga Peduli Pelayanan Masyarakat (LPPM) Jawa Timur, Inisiator Pembentukan Himpunan Ahli teknik dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (HAPMI) Kabupaten Pacitan tahun 2014.

Berita Lainnya

Terkini