Saksi Benarkan Harijanto Karjadi Tidak Bisa Penuhi Kewajiban sebagai Debitur

18 Desember 2019, 21:21 WIB
Sidang lanjutan dengan terdakwa Harijanto Karjadi kembali digelar di PN Denpasar/ist

Denpasar – Dua saksi yang dihadirkan di persidangan memberikan keterangan jika bos hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi tidak bisa memenuhi kewajibannya selaku debitur.

Dalam sidang yang mendapat perhatian pengunjung itu, dua saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk didengar keterangannya dalam lanjutan sidang dugaan penggelapan dan pemalsuan atau pemberian keterangan palsu dalam akta otentik dengan terdakwa bos hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi.

Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Rabu (18/12/2019).

JPU pimpinan Ketut Sujaya menghadirkan dua orang saksi, yaitu Sugiarto (62) dari Pengelola Lindofes Utama yang mewakili tim likuidasi dan Robertus Bili Tea (53), saksi dari pihak Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dalam keterangannya, dua orang saksi ini sama – sama menyudutkan terdakwa Harijanto Karjadi, yaitu terdakwa tidak membayar utangnya.

Saksi Sugiarto, menerangkan, sama seperti keterangan Direktur Gaston Investmen Limited, Tirta Mahendra Dwi Putra sehari sebelumnya yang mengatakan, terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) tidak bisa memenuhi kewajibannya selaku debitur dan mengalihkan saham ke pihak lain tanpa sepengetahuan kreditur.

“PT GWP tidak ada pengembalian. Dan tindakan pengalihan saham atau penjualan tanpa ada pemberitahuan dan kami tidak tau. Dan setahu saya, ada tagihan dari Gaston dan Pak Tomy Winata,” ujar Sugiarto.

Senada dengan itu, disampaikan Robertus Bili Tea (53). Dalam keterangannya, pria asal NTT ini mengatakan, ada tiga bank beserta sindikasi menyerahkan piutangnya PT GWP kepada pihak BPPN pada tahun 1999.

Selain itu, BPPN telah melakukan tagihan kepada PT GWP namun tidak mendapatkan pengembalian.

Bahkan, BPPN sendiri telah melakukan penyitaan aset jaminan, yaitu tanah dan bangunan hotel Kuta Paradiso. Namun dalam perjalanan waktu, ada kebijakan dari pemerintah sehingga BPPN tidak bisa melakukan pelelangan. BPPN hanya bisa menjual piutang tersebut.

Karena PT GWP tidak membayar utangnya dan sudah dilakukan penagihan tetapi tidak dikembalikan juga, sehingga sudah dilakukan penyitaan aset jaminan. “Tetapi karena ada perubahan kebijakan dari pemerintah sehingga BPPN tidak bisa lelang dan hanya bisa bisa menjual utang itu,” jelasnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini