Sambut Bulan Rabiul Awal, Keraton Sumedanglarang Gelar Jamas Pusaka

18 Oktober 2020, 18:32 WIB

Jamas Pusaka digelar setiap tanggal 1 Rabiul Awal, yang menandai bahwa
saat ini telah memasuki bulan Maulid Nabi Muhammad/ist.

Sumedang – Dalam menyambut datangnya bulan Rabiul Awal atau dikenal
juga bulan Maulid Nabi Muhammad SWA, Karaton Sumedanglarang, Jawa Barat
menggelar Jamas Pusaka.

Jamas Pusaka ini digelar setiap tanggal 1 Rabiul Awal, yang menandai bahwa
saat ini telah memasuki bulan Maulid Nabi Muhammad.

Ada 7 pusaka utama yang dijamas diantaranya Pedang Ki Mastak, badik Curug Aul,
keris Nagasasra dan lain sebagainya sebagai gagaman dari para pemimpin dan
senopati pada setiap zamannya.

Secara administratif, Sumedang adalah sebuah kabupaten kecil di Provinsi Jawa
Barat yang masih memiliki nilai historis yang tinggi.

Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Kerajaan Pewaris Pajajaran yang bertajuk
Kerajaan Sumedanglarang yang dinakhodai seorang raja bergelar Prabu Geusan
Ulun.

Petilasannya, saat ini tersimpan rapi di Museum Prabu Geusan Ulun berupa
Mahkota Binokasih Sanghyang Pake yang dibuat di Kerajaan Galuh pada masa Prabu
Bunisora.

Selain mahkota di Museum juga tersimpan beragam Pusaka yang menandai setiap
zaman pemerintahan dari Kerajaan Sumedanglarang.

Sebelum menjadi Sumedanglarang sebelumnya Sumedang merupakan Kerajaan yang
bernama Tembong Agung yang di pimpin oleh Prabu Guru Aji Putih yang
petilasannya terendam di genangan Waduk Jatigede.

Radya Anom Keraton Sumedanglarang, R. Luki Djohari Soemawilaga, kegiatan
ini merupakan kegiatan rutin Karaton Sumedanglarang yang dalam agendanya
senantiasa menjunjung tinggi nilai pelestarian penyelamatan/ist.

Menurut Edah Jubaedah, S.S. dari Dewan Kebudayaan Sumedang, setelah Kerajaan
Tembong Agung ini kemudian di pindahkan ke Gunung Lingga yang dipimpin oleh
Prabu Tajimalela. Pada masa ini kerajaan berpindah nama menjadi Himbar Buana.

“Setelah itu, Kerajaan berpindah lagi ke Kutamaya pada masa Pemerintahan Ratu
Pucuk Umun istri dari Pangeran Santri,” tutur alumnus Jurusan Sejarah Fakultas
Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyarakta ini.

Edah melanjutkan, sampai kemudian berpindah ke Dayeuh luhur karena melindungi
keluarga Kerajaan dari serangan Cirebon. “Pada masa inilah kisah cinta Prabu
Geusan Ulun banyak di kisahkan dalam berbagai kronik dan seni pertunjukkan,”
Edah menuturkan.

Adapun tujuh pusaka utama yang dijamas, diantaranya Pedang Ki Mastak, Badik
Curug Aul, Keris Nagasasra dan lainnya, sebagai gagaman dari para pemimpin dan
senopati pada setiap zamannya.

Seperti yang dituturkan Radya Anom Keraton Sumedanglarang, R. Luki Djohari
Soemawilaga, kegiatan ini merupakan kegiatan rutin Karaton Sumedanglarang yang
dalam agendanya senantiasa menjunjung tinggi nilai pelestarian penyelamatan.

“Kegiatan ini juga pemanfaatan dari benda cagar budaya,” sambung Djohari.
Apalagi, benda-benda ini sesungguhnya dilindungi UU No. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya.

“Kami dalam programnya juga sudah sesuai kebijakan daerah yaitu Sumedang
Puseur Budaya Sunda yang tertuang dalam Perda No. 1 tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya berharap agenda ini, ke depan bisa didorong menjadi salah
satu destinasi wisata religi di Kabupaten yang dikenal dengan tahu tersebut.

Sebelum agenda Jamasan dilakukan, didahului kirab Pusaka keliling kota
Sumedang. Namun dengan situasi pandemi Covid-19 saat ini, maka tetap
mengedepankan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus corona.
(rhm)

Artikel Lainnya

Terkini