Sambut Era Baru Tanpa Sampah Organik: Mulai 1 Januari, Kelurahan Jadi ‘Meeting Point’ Hijau Yogyakarta

Pemkot Yogyakarta memberlakukan larangan total pembuangan sampah organik ke seluruh depo sampah menyusul penutupan permanen TPST Piyungan

31 Desember 2025, 11:46 WIB

Yogyakarta – Menjelang fajar tahun baru 2026, Kota Yogyakarta bersiap melakukan revolusi pengelolaan sampah. Mulai 1 Januari 2026, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta resmi memberlakukan larangan total pembuangan sampah organik ke seluruh depo sampah. Langkah berani ini diambil sejalan dengan penutupan permanen TPST Piyungan oleh Pemerintah Daerah DIY.

Kebijakan ini bukan sekadar larangan, melainkan sebuah ajakan bagi warga Kota Jogja untuk kembali ke akar pengelolaan sampah yang lebih bijak.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan kesiapan sistem sudah dimatangkan, terutama melalui inovasi “Meeting Point Kelurahan” untuk sampah organik kering.

Dalam skema baru ini, Pemkot Yogyakarta membagi pengelolaan organik menjadi dua jalur utama:

Sampah Organik Kering (Dedaunan): Warga dan penggerobak diminta memilah sampah daun hasil sapuan.

Alih-alih dibawa ke depo, sampah ini akan dikumpulkan di kelurahan setempat. Setiap hari, armada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan berkeliling menjemput sampah-sampah kering ini.

“Kelurahan menjadi pusat pengumpulan karena sampah kering tidak berbau,” ujar Hasto saat ditemui di Pasar Terban, Selasa (30/12/2025).

Sampah Organik Basah (Sisa Makanan):

Manajemen sampah basah yang selama ini telah berjalan akan semakin diperkuat. Sampah dikumpulkan dalam ember dan dijemput oleh penggerobak untuk disalurkan ke peternak atau pengelola maggot.

“Saya hanya menambah satu manajemen untuk organik kering. Untuk organik basah, ekosistemnya sudah terbentuk di masyarakat dan bernilai ekonomi,” tambah Hasto.

Dengan timbulan sampah mencapai 260 ton per hari, di mana separuhnya (50%) adalah sampah organik, kebijakan ini diprediksi akan menjadi kunci keberlanjutan kota.

Jika berjalan optimal, beban depo sampah akan berkurang drastis hingga 50 persen, mengakhiri pemandangan penumpukan sampah yang selama ini menghantui sudut-sudut kota.

Meski sanksi belum diberlakukan secara formal, Pemkot menekankan pentingnya kesadaran kolektif. Kelurahan kini bukan sekadar pusat administrasi, melainkan garda terdepan dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Transisi ini menuntut perubahan kebiasaan sederhana: Pilah dari rumah.

Dengan memisahkan sampah organik dan anorganik sebelum dibuang, warga Yogyakarta tidak hanya mematuhi aturan, tetapi juga ikut memperpanjang napas lingkungan kota.

Januari 2026 bukan sekadar pergantian kalender, melainkan titik balik Yogyakarta menuju kota yang lebih mandiri dan bersih secara organik.***

Berita Lainnya

Terkini