![]() |
Susilayanti (kanan) saat mendampingi pelaku usaha perikanan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat/Dok. KKP |
Jakarta – Berlatar belakang pendidikan Sarjana Hukum Susilayanti kian
memantapkan langkah sebagai pendamping permodalan yang disalurkan Badan
Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Warga Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan ini
sadar betul akan kekayaan sumber daya daerahnya. Masuk dalam daerah
administratif Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki
garis pantai sekitar 200 Km.
Sebagian besar masyarakatnya adalah pelaku usaha kelautan dan perikanan. Belum
lagi potensi perikanan darat yang menjadi primadona untuk dibudidayakan,
seperti nila dan lele.
Karier yang dititinya sejak 2004 di BPR Koto XI Tarusan, rela ia lepaskan.
Tepatnya sejak 2016, ia bergabung dalam Manajemen Usaha Penyuluh Perikanan
Bantu KKP.
Alih profesi ke dunia perikanan dan kelautan bukanlah hal sulit. Sebab suami
Susilayanti yang berpendidikan S2 Perikanan, sudah sejak lama berprofesi
sebagai penyuluh.
Sejak menjadi ujung tombak LPMUKP, hingga saat ini, ibu satu putra dan dua
putri ini telah mendampingi 95 pemanfaat dengan miliaran dana pinjaman modal.
Tidak ada catatan merah dari para pemanfaat yang didampinginya. Yang ada hanya
cerita pelaku usaha merasa sangat terbantu dengan sistem pendampingan yang ia
lakoni.
“Para pelaku usaha tidak langsung dilepas seperti anak ayam yang kehilangan
induk. Setelah pencairan masuk ke rekening, mereka akan dibina dan didampingi
hingga dinyatakan lunas. Tentu dengan pendampingan ini juga memastikan
penggunaan dana bisa tepat, dengan begitu pengembalian pun lancar,” kisahnya
belum lama ini.
Kepiawaiannya dalam menyampaikan keunggulan program pendanaan dari LPMUKP
membuahkan hasil. Banyak pelaku usaha memilih LPMUKP karena bunganya yang
rendah.
Banyak pengalaman didapatnya selama menjadi pendamping. Pernah ada anak muda
yang sempat putus asa. lantaran mengalami kesulitan modal untuk mengembangkan
usaha budidaya lele sistem bioflok.
Akhirnya anak muda tersebut bertemu LPMUKP melalui tangan Susilayanti.
Usahanya kini berkembang pesat.
“Saya tidak hanya bekerja, melainkan sambil beribadah menolong masyarakat di
sini. Banyak yang berterimakasih kepada LPMUKP melalui saya, karena mereka
merasa sangat terbantu dan tidak memberatkan,” akunya.
Meski akrab dengan para pemanfaat, Susilayanti tegas menghindari kolusi.
Kolusi dalam penyaluran pembiayaan merupakan pangkal kemacetan. Pendamping
jadi susah menagih.
“Dalam istilah Minang itu tagigik lidah, dimana bila sudah menerima suatu
imbalan dari orang yang kita bantu, maka kita akan sungkan untuk menagih
mereka,” tutupnya. (rhm)