Kabarnusa.com – Pemandangan
miris puluhan siswa SMPN 3 Mendoyo, Jembrana, Bali,
yang harus menyeberangi sungai seluas sekitar 25 meter dengan air yang
cukup dalam jika pergi ke sekolah, menggugah banyak pihak.
Kepala Desa Yehembang Made Semadi bersikeras, mewujudkan pembangunan jembatan untuk lintasan siswa ke sekolah.
Bahkan
rencana pembangunan jembatan tersebut telah dimasukan dalam rencana
pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes), serta diperjuangkan agar
bisa masuk dalam rencana kerja pembangunan daerah (RKPD)
“Jika
memang tidak layak dibangun jembatan besar. Minimal bisa dibangun
jembatan gantung untuk penyebrangan siswa berjalan kaki,” terang Made
Semadi ditemui Selasa (17/3/2015) di kantornya.
Jembatan tersebut khusus dibangun untuk lintasan siswa dari Banjar
Bumbungan, Banjar Wali, dan Banjar Kaleran, yang jumlahnya cukup
banyak. Masyarakat umum juga sering nyeberangi sungai jika hendak ke
seberang.
“Kasihan siswa harus menyebrangi suangai dengan melepas
sepatu. Bahkan jika air laut pasang dan masuk ke sungai, siswa juga
sering lepas pakaian untuk ke sekolah,” tutur Semadi.
Lintasan siswa ke sekolah yang terpotong oleh sungai itu menurutnya memang jalan alternatif ke sekolah dalam waktu singkat.
Memang ada jalan lain, yakni menyusuri jalan utama Denpasar-Gilimanuk,
namun jaraknya cukup jauh karena harus memutar.
“Lagi pula jika
lewat jalan raya, sangat rawan kecelakaan. Karena jalur utama
Denpasar-Gilimanuk sangat padat arus lalu lintasnya. Karena itu kami
akan perjuangkan pembangunan jembatan gantung demi keamanan siswa,”
pungkasnya.
Kepala SMP N 3 Mendoyo I Nengah
Supriadi mendukung langkah pihak desa untuk
mengujudkan pembangunan jembatan gantung untuk lintasan siswanya dan
masyarakat lain.
“Kami sangat mendukung dan kalau perlu kami ikut
memperjuangkan pembangunan jembatan gantung itu. Kasihan puluhan siswa
kami jika ke sekolah harus menyebrangi sungai. Apalagi jika air
sungainya besar,” ujarnya.
Menurutnya memang ada jalan lain,
yakni jalan raya Denpasar-Gilimanuk, namun jaraknya jauh dan harus
memutar, lagi pula rawan kecelakaan.
“Sudah pernah ada siswa kami
kecelakaan saat berangkat ke sekolah. Kami juga melarang siswa pergi
kesekolah mengendarai motor karena belum cukup umur, makanya hapir
sebagian besar siswa jalan kaki ke sekolah,” tuturnya.
Di sisi
lain, Yoga darma putra (13). Siswa kelas 8 asal Banjar Kaleran, Desa
Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali mengaku memang sering pergi
ke sekolah berjalan kaki dan harus menyebrangi sungai lantaran orang
tuannya tidak bisa mengantar.
“Kalau tidak diantar bapak,
saya pasti lewat jalan pintas dan harus menyebrangi sungai, biar cepat
sampai sekolah. Karena jika lewat jalan raya takut terlambat,” ujarnya
yang dibenarkan siswa lainnya.
Menurutnya, jika air sungai besar, mereka terpaksa melepas pakaiannya tarena takut pakaiannya basah.
Namun jika air sungai kecil, dia cukup melepas sepatunya. “Tapi kalau ada banjir, terpaksa kami lewat jalan raya,” ujarnya.(dar)