Jakarta – Sektor Informasi dan Komunikasi memberi kontribusi besar atau telah menjadi tulang punggung bagi ekonomi digital di Indonesia. Melansir laporan East Ventures Digital Competitivebes Index 2020, sektor ini mencatatkan peningkatan tertinggi dengan raihan 15,8%.
Sementara, Pengadaan Listrik dan Gas serta Jasa Keuangan menempati posisi kedua dan ketiga dengan masing-masing peningkatan sebesar 15,4% dan 14,1%.
Diprediksi nilai ekonomi digital akan mencapai US$ 40 miliar pada 2019. Pada 2025, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan mencapai US$ 133 miliar.
Co-founder & Managing Partner, East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan, rata-rata pertumbuhan sektor terkait ekonomi digital ini, selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, setidaknya terlihat dalam lima tahun terakhir.
Ke depan, ekonomi digital diperkirakan akan tumbuh semakin pesat. Berdasarkan kajian Google, Temasek, dan Bain Company bertajuk “e-Conomy SEA 2019”, nilai ekonomi digital ASEAN-6 pada 2015 mencapai US$ 32 miliar atau setara 1,7 persen PDB kawasan.
Pada 2019, nilainya meningkat menjadi US$ 100 miliar atau sekitar 3,7 persen PDB kawasan dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 300 miliar atau 8,5 persen PDB pada 2025.
Willson mengungkapkan, meningkatnya porsi tenaga terampil terlihat di semua provinsi seiring berkembangnya sektor informasi dan komunikasi. Menariknya, daerah-daerah dengan EV-DCI tinggi menunjukkan peningkatan porsi tenaga terampil yang juga tinggi.
“Hal ini mengindikasikan bahwa daerah dengan daya saing digital tinggi, cenderung menyerap tenaga-tenaga profesional dan terampil di daerahnya,” tuturnya dalam laporan diterima Kabarnusa.com pada medio April 2020.
Jawa Barat, Banten, dan Kepualauan Riau misalnya sebagai tiga daerah dengan peningkatan tenaga terampil tinggi juga masuk dalam deretan 10 besar daerah paling kompetitif dalam bidang digital.
Tidak hanya penyerapan tenaga terampil, perkembangan ekosistem digital juga menciptakan berbagai pekerjaan baru dengan keterampilan khusus di bidang digital.
Tingginya permintaan profesi seperti Data Scientist, Data Analyst, dan Data Engineer menjadi contoh adanya perubahan tenaga kerja dalam era digital.
Merujuk riset Katadata Insight Center pada tahun 2018, hampir 22% permintaan lowongan kerja di DKI Jakarta didominasi sektor Informasi dan Komunikasi dengan jenis pekerjaan berkutat di bagian Data dan Teknologi.
Daerah dengan indeks daya saing digital paling tinggi ini banyak membutuhkan tenaga-tenaga dengan keterampilan digital yang mumpuni. Di wilayah dengan daya saing digital tinggi, perusahaan rintisan memberikan beragam perangkat untuk meningkatkan produktivitas.
Di pihak lain, setiap hal baru yang tercipta selalu ada yang tersisihkan. Era digitalisasi juga menyisakan dampak negatif khususnya untuk perekonomian dan tenaga kerja.
Tingginya pemakaian internet dengan segala kemudahan di dalamnya membuat beberapa sektor tercatat mengalami perlambatan.
Tren peningkatan penggunaan layanan digital oleh masyarakat membuat sejumlah sektor yang sangat bergantung pada teknologi informasi menjadi terdisrupsi, seperti jasa keuangan, transportasi, retail dan perdagangan.
Apalagi, terjadi perubahan pola perilaku masyarakat yang cukup tinggi dalam mengadopsi teknologi digital, baik melalui internet maupun melalui smartphone.
Kehadiran transaksi digital juga mengubah pola kredit di perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia nilai kredit yang disalurkan perbankan sampai akhir 2018 mencapai Rp 5.294,88 triliun.
Angka tersebut tumbuh 44,1% dibanding posisi 2014 atau rata-rata tumbuh 8,82% per tahun. Meskipun masih tumbuh, kredit perbankan cenderung mengalami perlambatan. Pada 2014, nilai kredit perbankan tumbuh 11,58% dibanding tahun sebelumnya.
Tahun berikutnya, pertumbuhannya melambat menjadi 10,44% pada 2015 dan hanya tumbuh sebesar 7,87% pada 2016. Pada 2017 kredit perbankan mencatat pertumbuhan sebesar 8,24% dan 6% pada 2019.
Dampak positif perkembangan ekonomi digital, bukan hanya terlihat dari peningkatan pertumbuhan berbagai jenis transaksi keuangan dan menjamurnya startup financial technology, melainkan juga dari sisi perluasan layanan transaksi digital.
Perluasan layanan transaksi digital tersebut terlihat dari semakin tersebarnya jangkauan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, jumlah agen LKD tumbuh pesat berkat semakin membaik dan meluasnya infrastruktur digital di nusantara.
Pada akhir 2015, jumlah LKD di Indonesia baru mencapai 69.548 agen. Namun, hingga Agustus 2019, jumlahnya melonjak lima kali lipat menjadi 403.137 agen.
Demikian juga, ekonomi digital telah memberi peluang bagi Tenaga Kerja Beralih pada sisi pekerjaan, era digital ini juga mengubah pola penyerapan dan komposisi tenaga kerja.
Dalam tiga tahun terakhir, porsi tenaga terampil dan profesional tercatat meningkat hampir di semua sektor lapangan usaha.
Co-founder & Managing Partner, East Ventures Willson Cuaca/foto:Merdeka.com |
Lanjut Wilson, kondisi ini menunjukkan bahwa dengan kemajuan digital, persaingan di pasar kerja lebih kompetitif dan pekerja terampil dapat lebih unggul.
Secara umum, porsi tenaga kerja terampil seperti golongan Manajer, Profesional, Teknisi dan Asisten Profesional, serta Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan. pada 2018 tercatat sebesar 35,5% atau naik 6,4% dibandingkan tahun 2015 yakni sebesar 29,1%.
“Indonesia merupakan negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di kawasan ASEAN dan tumbuh paling cepat,” tuturnya.
Dari data yang disajikan oleh EV-DCI, para pemangku kepentingan dan sektor publik dan sektor swasta bisa saling membandingkan tingkat pemanfaatan teknologi digital di wilayah masing-masing.
“Harapan kami, para pemimpin di tiap daerah semakin terpacu untuk berlomba menciptakan ekosistem yang terbaik bagi perkembangan ekonomi digital, baik lewat pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta, maupun regulasi yang tepat,” ucap Wilson.
Bagi para pemain besar di industri teknologi Indonesia, EV-DCI bisa menjadi panduan untuk melangkah lebih jauh dari kota-kota besar ke seluruh pelosok Tanah Air, untuk membantu lebih banyak bangsa Indonesia menikmati manfaat perekonomian digital.
Walaupun terkadang hitung-hitungan ekonominya kurang menguntungkan, tapi ada cerita besar di balik pemerataan digital di Indonesia dan itu membutuhkan hati yang mau membantu yang tertinggal.
Untuk mereka yang akan atau baru merintis bisnis, EV-DCI adalah sebuah peta peluang. Data yang menunjukkan bahwa perjalanan industri digital Indonesia masih panjang.
Jika melihat pengalaman East Ventures selama 10 tahun bekerja sama dengan para founder Indonesia menunjukkan, kearifan lokal adalah aset tak tergantikan dalam membangun perekonomian digital Nusantara.
“EV-DCI adalah kontribusi kecil dari kami, benih wawasan yang kami harap bersemai menjadi ribuan gagasan. Memasuki dekade baru, kami yakin roda transformasi digital di Indonesia akan terus bergerak kencang,” sambungnya.
Untuk itu semangat startup harus terus dipupuk untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimulai dengan keadilan digital bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Tidak ada waktu yang lebih tepat untuk bergerak selain sekarang, karena besok mungkin sudah terlambat. Kalau bukan kita, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi?,” demikain Wilson. (rhm)