Sengketa Jual Beli Apartemen di Bali, Tiga Investor Swiss Alami Kerugian Rp167 Miliar Lebih

Dugaan penggelapan dalam jual beli apartemen di Bali dengan korban investor asal Swiss dengan kerugian mencapai total Rp167 Miliar lebih.

15 November 2023, 15:07 WIB

Denpasar – Tiga orang investor asal Swiss Luca Simioni dan Timothee Frederic Walter melaporkan FLC dan suaminya VT atas dugaan penggelapan dalam jual beli apartemen di Bali.

Para investor swiss melaporkan FLC dan suaminya di Polda Bali. Usai membuat laporan, kuasa hukum pelapor, Erdia Christina, membeber keterlibatan FLC dan suaminya dalam kasus hasil penjualan 14 unit apartemen DVM.

Disebutkan, Luca Simioni selaku investor melaporkan dugaan penggelapan atas hasil penjualan 14 unit apartemen DVM.

“Timothee Frederic Walter selaku pemilik hunian melaporkan dugaan penipuan atas jual-beli unit apartemen DVM,” terang Erdia Christina kepada wartawan di Mapolda Bali, Rabu 15 November 2023.

Disebutkan, FLC merupakan Direktur dan Pemegang Saham 95 persen sebuah perseroan terbatas yang mengelola apartemen DVM. Sedangkan suaminya VT warga negara Italia.

Luca Simioni melaporkan atas penjualan atau penggelapan 14 unit, di mana ia mengalami kerugian Rp8,8 miliar. Untuk Timothee atas penipuan unit sendiri yang mengalami kerugian sekitar Rp4 miliar.

Selain Luca Simioni dan Timothee lanjutnya, ada beberapa orang kliennya yang sebelumnya juga telah melaporkan kasus ini pada bulan Juni 2023.

Mereka masing-masing Emmanuel Valloto WN Swiss, Andrea Colussi Serravalo dan WN Italia, Carlo Karol Bonati WN Italia, Simon Goddard WN Inggris dan Barry Pullen WN Inggris.

Disampaikan Erdia, total kerugian dialami oleh kliennya, yakni secara keseluruhan sebesar Rp167 miliar, terdiri dari mulai investasi untuk membangun Apartemen DVM kurang lebih sebesar Rp50 milliar.

Potensial Valuasi Apartemen DVM kurang lebih sebesar Rp78 milliar, potensial kerugian atas rental unit-unit Apartemen DVM selama 3 tahun kurang lebih sebesar Rp21 milliar, biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan untuk mengurus seluruh sengketa kasus-kasus baik perdata maupun pidana kurang lebih sebesar IDR 19 miliar.

“Jadi total kerugian klien kami secara menyeluruh adalah Rp167 miliar lebih,” sebut Erdia Christina.

Kasusnya bermula saat terlapor VT menawarkan adanya proyek pembangunan apartemen beserta fasilitas-fasilitasnya pada tahun 2016 kepada Luca Simioni, warga negara Swiss.

Terlapor VT meminta istrinya FLC mendirikan perseroan dalam melakukan pembangunan apartemen.

Yang menarik, saat itu alasan memakai nama Indonesia atau FLC karena hanya meminjam nama dengan alasan bahwa WNA tidak dapat menjadi pemegang saham di Perusahaan Indonesia yang bergerak dalam bidang perhotelan.

Padahal sejatinya, ialah kesepakatan bahwa perseoran yang didirikan akan diubah menjadi PT Penanaman Modal Asing (PT PMA) setelah Apartemen DVM beroperasi dan menjadikan Luca Simioni, Arturo Barone dan Thomas Huber sebagai pemegang saham perseroan.

“Ketiga investor atau klien kami sepakat untuk berinvestasi dalam membangun dan mengelola Apartemen DVM dengan menandatangani Perjanjian Kerja sama,” tuturnya.

Isi perjanjian,Luca Simioni memberikan uang USD 1,840,000 (44.11 persen saham), Arturo Barone USD 950,000 (22.78 persen), Thomas Huber USD 500,000 (11.99 persen) dan Valerio Tocci : USD 881,067 (21.12 persen).

Namun, terlapor VT tidak pernah menyetorkan uangnya. Bahkan, karena dia yang berada di Indonesia dan menawarkan proyek DVM, maka para pihak sepakat untuk memberikan dia saham.

Saat berjalan setelah uang terkumpul maka dibuatlah perusahaan oleh FLC berbentuk PT dan terlapor menjabat sebagai direktur serta pemegang saham 95 persen. Namun pada praktiknya, tidak pernah menyetorkan uang atau dana untuk melakukan pembangunan dan pengelolaan apartemen tersebut.

Atas hal itu, FLC dan suaminya diduga telah melakukan perbuatan merugikan para investor asing di Indonesia. Yaitu melalui proyek pembangunan dan pengelolaan apartemen tersebut.

Kepemilikan apartemen, terlapor FLC tidak pernah disampaikan bahwa ia dan suaminya selama ini bersama-sama dalam mengelola apartemen tersebut di Bali.

Terlapor selalu mengaku bahwa apartemen tersebut adalah miliknya. Dia diduga tidak pernah menjelaskan darimana asal-usul dana atau uang yang dia peroleh untuk membangun apartemen tersebut.

Padahal ada kesepakatan dan dokumen-dokumen ditandatangani para investor asing (Luca Simioni, Arturo Barone, Thomas Huber dan VT, FLC dan PT dimaksud bukan sebagai salah satu pihak investor pembangunan apartemen DVM.

“Hanya namanya digunakan mengelola Apartemen DVM atas permintaan dan/atau rekomendasi dari suaminya,” ungkapnya.

Gelagat adanya tindak penggelapan sendiri dimulai pembangunan apartemen selesai. Terlapor FLC dengan suaminya melakukan pengelolaan apartemen secara sepihak tanpa melibatkan 3 Investor asing lainnya.

Di sisi lain, ada janji perseroan akan diubah dari PT Penanaman Modal Dalam Negeri (PMN) menjadi PT Penanaman Modal Asing (PMA). Yang terjadi setelah pembangunan apartemen selesai terlapor dan suaminya menolak untuk merubah status perseoran.

“Makanya perbuatan yang dilakukan oleh terlapor dan suaminya yang juga dalam hal ini kami laporkan juga, sangat-lah merugikan klien kami (investor),” tandasnya.

Kasus sengketa kepemilikan apartemen telah diputus oleh Mahkamah Agung RI dan telah memiliki kekuatan hukum tetap melalui Putusan Nomor 2546 K/PDT/2022 tanggal 24 Agustus 2022.

Di mana pada pokoknya perseoran dan VT secara bersama-sama dihukum untuk membayar sejumlah uang sebesar USD 7,095,680 kepada Luca Simioni, Arturo Barone dan Thomas Huber selaku investor.

Bahkan Pengadilan Negeri Denpasar telah mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi Nomor 469/Pdt.G/2021/PN.Dps Jo. Nomor 6/EKS/2023/PN.Dps tanggal 27 Februari 2023 dan Berita Acara Eksekusi Nomor 469/Pdt.G/2021/PN.Dps Jo. Nomor 6/EKS/2023/PN.Dps 16 Maret 2023 atas 25 Unit Apartemen DVM berserta fasilitas-fasilitasnya.

“Jadi kami mohon kepada teman media untuk mengawal kasus ini. Karena dalam proses ini ada indikasi oknum yang mencoba mengintervensi kasus ini,” tegas Erdia.

Salah satu korban dan juga investor Lucca Simioni mengatakan, ia dan WNA lain datang ke Indonesia beberapa waktu lalu untuk merangkul budaya, mencintai masyarakat dan membantu masyarakat melakukan bisnis.

Sayangnya ia dan rekannya bertemu dengan dua terduga pelaku kejahatan (terlapor). Hal ini adalah pengalaman traumatis bagi semua orang, sejak 3 tahun yang lalu.

Ini sangat menyakitkan setiap hari, namun dirinya tetap percaya pada keadilan di Indonesia, dan saya berharap tidak seorang pun, baik masyarakat Indonesia maupun orang asing, akan mengalami pengalaman traumatis ini.

“Kami ingin terus melakukan bisnis di Indonesia,” tutur Lucca.

Senada dengan Lucca, korban lainnya Carlo Karlo Bonati menyatakan, ia menaruh penuh rasa hormat pada Indonesia sebagai negara dicintainya . Sehingga menginvestasikan sebagian besar uangnya sebab dirinya percaya pada negara ini, terutama pada penegakan hukum di Indonesia.

Carol menambahkan, bahwa ketika seseorang bertanya kepadanya dan apa yang yang menjadi harapannya, maka ia akan berkata bahwa dirinya sangat berharap Indonesia akan menghukum mereka (terlapor). Sehingga tidak ada lagi yang harus mengalami apa yang dialami ia dan tekannya.

“Karena jika mereka lolos, akan lebih banyak lagi korban tak bersalah yang menjadi korban penipuan mereka,” tutupnya.

Atas kasus itu, Kabidhumas Polda Bali Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan menyatakan, untuk sementara laporan akan didalami oleh penyidik.

“Terkait laporan itu apabila ada perkembangan lebih lanjut melalui mekanisme, akan dilakukan pendalaman tentang bukti dan gelar perkara,” singkatnya. ***

Berita Lainnya

Terkini