![]() |
Wali Kota Denpaasr Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra saat bertemu dengan seniman ogoh-ogoh |
DENPASAR – Sejumlah seniman di Kota Denpasar menolak penggunaan styrofoam untuk pembuatan ogoh-ogoh maupun penggunaan sound system saat mengarak pada malam pangrupukan. Pemkot Denpasar terus mengkampanyekan ogoh-ogoh yang bebas dari styrofoam serta penggunaan sound system saat mengarak ogo-ogoh.
Guna mensukseskan program tersebut, Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra turut menggandeng seniman, STT, serta Komunitas untuk memerangi Soundsystem saat pengarakan ogoh-ogoh dan penggunaan styrofoam sebagai bahan ogoh-ogoh.
Hal ini terungkap saat Wali Kota Rai Mantra berdiskusi dengan Seniman Ogoh-ogoh Denpasar seperti Keduk, Marmar, serta perwakilan STT dan Komunitas di salah salah satu warung di Denpasar, Jumat (1/2/2019) malam.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut undagi ogoh-ogoh terkenal asal Tampaksiring yang akrab disapa Gusman, Undagi Layang-layang di Kota Denpasar, seniman tua ogoh-ogoh di Kota Denpasar.
Seniman Ogoh-ogoh asal Banjar Tainsiat yang terkenal dengan karyanya yang fenomenal, I Komang Gde Sentana Putra yang akrab ‘Kedux’
Kedux sepaham dengan seluruh undagi dan seniman yang menolak penggunaan soundsystem dan stayrofoam. Dengan membumikan budaya ngulat dan mabelaganjuran tentu semangat gotong royong dapat tercipta. Sehingga rasa menyamabraya antar pemuda dapat dipererat.
“Selin karya seni dan kreatifitas menyambut hari suci Nyepi, rasa menyama brayayang sudah diwarisakan leluhur juga harus tetap kita jaga bersama,” jelas pimilik master peace Kedux Garage ini.
Seniman Ogoh-ogoh asal Banjar Gemeh, Putu Marmar Herayukti menambahkan, pihaknya tidak setuju jika ogoh-ogoh dibuat menggunakan styrofoam dan diarak diiringi soundsystem. Hal ini semata-mata karea keduanya bukan merupakan kebudayaan Bali. “Kami konsisten menolak itu karena dirasa kurang tepat,” ujar Marmar.
Dalam kesempatan tersebut Rai Mantra menekankan, keberadaan soundsystem dan stayrofoam sebagai sesuatu yang tak asing dalam pembuatan ogoh-ogoh masih banyak dipandang sebagai aplikasi dari modernisasi.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa modern itu bukan hanya bagaimana kita menggunakan bahan dan instrumen baru, melainkan bagaimana kita memandang sesuatu hal dalam sudut pandang modern.
“Ini bukan tentang bagaimana modern atau tidak modern, melainkan ikut serta dalam memberikan edukasi dan penyadaran bahwa penggunaan soundsystem dan stayrofoam tidaklah tepat dalam menyambut hari suci Nyepi,” katanya.
Rai Mantra menjelaskan, Nyepi merupakan sebuah hari suci, sehingga hendaknya kita sebagai umat beragam tentunya wajib menghormati hari suci sebagai simbol sradha dan bhakti umat manusia. Disamping itu, keberadaan hari suci sangat berkaitan erat dengan kebudayaan yang salah satunya adalah seni.
“Memang agama hindu sangat berkaitan dengan budaya, dan keduanya saling mendukung satu sama lainya, inilah yang nantinya yang dikenal dengan taksu,” papar Rai Mantra.
Adanya penggunaan intrsumen tradisional seperti Baleganjur, Tektekan, serta instrumen tradisional lainya akan memberikan ruang bagi generasi selanjutnya untuk memahami seni murni yang merupakan warisan leluhur kita.
“Generasi muda harus mengerti dan paham dengan seni dan budaya asli sesuai dengan pakemnya, inilah yang kami khawatirkan ketika nanti penggunaan soundsystem menjadi budaya baru yang justru mengaburkan budaya asli,” tutupnya. (rhm)