Denpasar- Sineas muda di Bali antusias membahas isu seputar lokalitas yang memiliki tantangan tersendiri untuk dihadirkan ke dalam sebuah karya film.
Hal itu terungkap saat digelarnya program Kelas Kreatif Bentara Minggu (27/1/2019) di Bentara Budaya Bali (BBB).
Semua diulas seputar bagaimana mengeksplorasi satu tematik, khususnya dalam konteks budaya tertentu, guna menghasilkan karya-karya yang bukan semata unggul secara visual namun juga bersifat universal.
Dosen Jurusan Televisi dan Film (TVF) FSRD ISI Denpasar, Ni Kadek Dwiyani dan I Made Denny Chrisna Putra menjadi pembicara.
Kelas Kreatif Bentara bekerja sama dengan Jurusan Televisi dan Film (TVF) ISI Denpasar angkatan 2016 selaras program Sinema 16, pemutaran film hasil produksi mata kuliah Praktika Terpadu Film dan Televisi ISI Denpasar.
“Untuk membawa isu lokal ke universal tentu harus dengan riset yang mendalam karena ide cerita yang berasal dari lokal bisa juga dialami pula oleh orang-orang lain, bahkan hingga beda benua” ungkap Dwiyani dalam pemaparannya perihal ide cerita dan konflik sosial yang bisa diangkat.
Di sisi lain, Denny Chrisna Putra lebih memfokuskan bahasan pada bagian Direct of Photography (DOP) dan Sinematik film.
Para peserta dan sineas-sineas muda yang masih menempuh Pendidikan di ISI Denpasar ini juga berbagi dalam diskusi perihal bagaimana proses sebuah ide diterjemahkan menjadi skenario, tim produksi atau tim kreatif, hingga shooting di lapangan berikut fase editing di studio.
Dipaparkan, bagaimana tim produksi dan tim kreatif bekerja sama untuk melakukan sinergi berikut kiat-kiat menghadapi problematik di lapangan, juga menyelaraskan pemahaman akan pilihan estetik dan bentuk yang memungkinkan lahirnya karya film yang unggul.
Pada kesempatan tersebut ditayangkan tiga film hasil kreasi mahasiswa TVF FSRD ISI Denpasar angkatan 2016, antara lain berjudul Dwitunggal Sarira (Andaru Film), Angkara (Dreamhouse Production), dan Misteri Teriakan Beruntuh (Produksi Filmix). Karya-karya yang dihasilkan ini mengangkat tematik “Isu Sosial dalam Lokalitas Budaya Bali”.
Dwitunggal Sarira, berdurasi 22 menit, berkisah tentang Anya, seorang arsitek yang memiliki ambisi besar. Tanpa diduga, ia bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, Trisha, dalam situasi yang dilematik. Lahan yang sedianya akan dibangun gedung oleh Anya tak lain adalah sumber mata pencaharian keluarga Trisha.
Ketua Pengempu Mata Kuliah Praktika Terpadu, Dr. I Komang Arba Wirawan berharap ajang ini dapat meningkatkan kualitas film-film produksi ISI Denpasar dan karya-karya mahasiswa, khususnya Jurusan Televisi dan Film ISI Denpasar sehingga lolos dalam berbagai festival. (rhm)