Sinergi Lintas Sektor Jalan Atasi Kemiskinan RI

17 November 2014, 16:33 WIB

TABANAN – Persoalan kemiskinan di Indonesia bukanlah kondisi yang berdiri sendiri karena itu untuk memutus mata rantainya harus dilakukan sistemik dan menyeluruh yang membutuhkan kolaborasi dan sinergi multi elemen dan lintas sektor dalam masyarakat.

Demikian pokok pikiran yang menjadi rekomendasi KOnferensi Kemiskinan dan Pemberdayaan Indonesia atau Indonesia Poverty Empowement Conference (IPEC) 2014 usai melakukan serangkaian kegiatan di Bali.

Pada acara penutupan seluruh peserta kembali melakukan pendalam atas apa yang telah ditemukan di lapangan usai mengunjungi desa-desa di Pulau Bali yang dinggap berhasil sebagai model pengentasan kemiskinan.

Menurut Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Professor Dr. Paulus Wirutomo, sinergi diperlukan untuk bisa memutus mata rantai kemiskinan di Tanah Air. Sinergi merupakan sikap atau cara pandang melihat potensi yang ada.

“Sinergi bukan tukar menukar, bukan perjodohan, dia bukan keserahakan, sinergi merupakan sikap mental yang baru, yang selalu mengganggap siapa saja punya potensi dan sisi positif,” tandasnya di Puri Tamansari, Umabian, Tabanan, Bali, Senin (17/11/2014).

Sikap positif dan melihat setiap orang atau masyarakat memiliki potensi. Jadi, sinergi itu merupakan suatu komitmen nilai yang dipatuhi semua pihak. Dengan memahami potensi yang ada di masyarakat atau individu, sehingga sinergi itu akan melahirkan komitmen yang berdasarkan kebutuhan dan bukan kompromi yang hanya mendasarkan pada kenginan.

Paulus mencontohkan, masyarakat butuh hutan maka pemanfaatnya tidak berdasar keinginan yang harus dihabiskan, namun lebih dari itu butuh dalam jangka panjang untuk generasi mendatang. Dengan mensinergikan semua potensi masyarakat untuk memberdayakan dalam mengentaskan kemiskinan, nantinya akan lahir tatanan sosial baru yang akan senantisa dijaga.

Dalam kaitan itu, maka sikap hidup masyarakat yang dikembangkan adalah inklusif yang menghargai pribadi atau kelompok dalam kaiatan kepentingan publik. Dengan mengembangkan partisipasi masyarakat maka pemerintah nantinya tidak perlu harus jor-joran menganggarkan kegiatan namun akan muncul lahir dari masyarakat sendiri.

“Di sanalah pentingnya revolusi mental yang senantiasa berfikir solutif dan setrategis bukan abstrak, bisa dipercayam keratif, gotong royong dan saling menghargai,” tandas manten Ketua Pojka Revolusi Mental Tim Transisi Jokowi JK itu,

Dengan berbekal nilai-nilai yang setrategis itu,  dia meyakini, masyarakat akan tumbuh dengan baik dengan mengedepanpkan partisipatoris, dalam memberdayakan masyarakat. (rma)

Berita Lainnya

Terkini