Denpasar – Ketua Dewan Penasehat Komite Donor Darah Indonesia (KDDI), Agung Laksono, menyoroti pentingnya sinkronisasi data donor darah nasional.
Masih adanya ego sektoral di antara institusi kesehatan, khususnya Palang Merah Indonesia (PMI) dan rumah sakit pemerintah, menyebabkan banyak data pendonor tidak tercatat secara komprehensif.
Hal ini disampaikan Agung usai melantik Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas KDDI Provinsi Bali di RSIA Bali Royal pada Minggu, 24 Agustus 2025. Menurutnya, masalah koordinasi ini telah lama menjadi kendala di Indonesia, padahal kebutuhan darah nasional mencapai 5,6 juta kantong per tahun. Saat ini, hanya sekitar 4 juta kantong yang dapat terpenuhi.
Pendonor Tidak Tercatat
Agung Laksono menjelaskan bahwa transfusi darah yang dilakukan di rumah sakit pemerintah tidak dapat didaftarkan di PMI. Akibatnya, data pendonor sukarela, termasuk mereka yang telah mendonorkan darah puluhan hingga ratusan kali, tidak tercatat secara resmi.
“Saya tidak tahu apa alasannya yang penting tidak terdaftar sehingga jumlah yang tercatat itu ya tidak semuanya secara nasional. Ada kekosongan,” ujarnya.
Ia mencontohkan pengalamannya sendiri, dari 258 kali donor yang ia lakukan, hanya 177 kali yang tercatat. Padahal, para pendonor ini berhak mendapatkan penghargaan atas loyalitas mereka, seperti pin emas untuk pendonor 100 kali.
Perjuangkan Hak Pendonor
Menanggapi hal tersebut, Ketua KDDI Bali, Ngurah Agung Mulia, menyatakan kehadiran organisasi ini bertujuan untuk mengayomi para pendonor, terutama mereka yang tidak tercatat. KDDI Bali akan berjuang agar hak-hak pendonor diakui oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
“Kami hadir untuk mengayomi. Yang penting dia terdaftar di dalam kami di Komite Donor Darah Indonesia,” kata Agung.
KDDI Bali juga berperan aktif menjembatani kebutuhan darah rumah sakit, khususnya Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah. Agung menyebutkan, kebutuhan harian RS Sanglah mencapai 115 kantong darah, atau sekitar 3.500 kantong per bulan. Dengan adanya KDDI, kebutuhan darah di rumah sakit tersebut dapat terpenuhi hingga 50 persen.
“Puji Tuhan dengan adanya Komite Donor Darah Indonesia Provinsi Bali, kebutuhan 50% darah itu bisa kita penuhi,” ungkapnya.
Kerja sama KDDI dengan rumah sakit dan instansi lain seperti TNI menjadi strategi utama untuk memastikan ketersediaan darah bagi pasien secara langsung. Hal ini sekaligus mengatasi permasalahan ego sektoral yang selama ini menghambat sinkronisasi data dan pelayanan donor darah.***