Badung – Isu perlindungan hewan, khususnya ayam petelur, dalam konteks keberlanjutan ekosistem dan sistem pangan yang etis menjadi fokus utama dalam Festival Kekeruyuuuk! yang diselenggarakan oleh organisasi Animals Don’t Speak Human pada Minggu, 19 Oktober 2025, di Jiwa Garden, Badung.
Acara dirancang untuk membuka percakapan publik yang lebih mendalam ini menghadirkan beragam kegiatan, termasuk dua sesi diskusi panel, pertunjukan budaya, aktivitas anak, hingga workshop menulis di lontar.
Sorotan utama festival adalah edukasi mengenai kondisi ayam petelur yang diternakkan di kandang baterai—sebuah sistem yang dianggap tidak manusiawi.
Melalui panel diskusi dan pajangan interaktif berupa boneka ayam yang sesak di dalam miniatur kandang baterai, pengunjung diajak untuk melihat ayam bukan hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai makhluk hidup yang berperan penting dalam ekosistem pangan rumah tangga.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai sistem peternakan yang lebih berwelas asih dan berempati.
Tenaga Ahli Menteri Pertanian, Prof. Dr. Ir Ali Agus, turut menegaskan pentingnya perubahan perspektif ini.
“Saat ini dan di masa-masa yang akan datang, kepedulian terhadap kualitas pangan dan produksi pangan yang terlacak, terunut, termasuk yang dipelihara dengan cara apa itu mulai tinggi. Sehingga konsumen makin memperhatikan asal-usul bahan panganannya,” jelas Prof. Ali.
Diskusi panel ini mengeksplorasi potensi dan tantangan bagi dunia usaha untuk mengadopsi praktik yang tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan hewan, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Dukungan terhadap sistem peternakan yang lebih etis juga datang dari sektor pariwisata.
Hasanul Adha Fauzi, Marketing Manager MANA Ubud, menyoroti nilai tambah dari sistem bebas kandang. “Sistem cage-free memberikan nilai tambahan terutama dalam aspek sustainable sourcing yang mendukung kerja-kerja keberlanjutan dan kesejahteraan hewan,” ujarnya.
Selain itu, panel diskusi juga membahas bagaimana praktik pariwisata di Bali dan sekitarnya dapat diarahkan ke model yang lebih berkelanjutan dengan melibatkan komunitas lokal dan mengurangi dampak lingkungan.
Fiolita Berandhini, Founder Animals Don’t Speak Human, menekankan festival ini adalah upaya untuk menciptakan percakapan yang lebih terbuka dan empatik soal kesejahteraan hewan.
“Melalui Festival Kekeruyuuuk! kami ingin menyuarakan isu ini agar masyarakat menjadi lebih paham dan lebih kritis menjadi konsumen serta bisa mendorong perusahaan atau pebisnis untuk menyediakan telur yang lebih ramah terhadap hewan,” ungkap Fiolita.
Festival Kekeruyuuuk! berhasil membuka pintu bagi percakapan yang lebih luas tentang keberlanjutan menyeluruh, yang berpihak tidak hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan, serta menantang konsumen dan pelaku industri pangan untuk merenungkan kembali relasi yang etis antara manusia dan hewan ternak. ***