Denpasar – Tidak dimasukkannya secara spesifik rokok elektrik di regulasi Perda Kawasan Tanpa Rokok KTR dikhawatirkan bakal meningkatkan jumlah pengguna rokok elektrik
Ketua Udayana CENTRAL (Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health) Dr Putu Ayu Swandewi Astuti menyampaikan hal itu saat Halal Bihalal dan Temu Media di Denpasar, Senin 29 April 2024
Menurutnya, jika rokok elektrik tidak diatur secara spesifik di regulasi pemerintah maka dikhawatirkan jumlah penggunanya semakin meningkat.
Ayu Swandewi mengakui, selama regulasi dimiliki belum secara eksplisit memasukkan rokok elektrik dalam pengaturannya sehingga dikhawatirkan jumlah penggunanya semakin meningkat
Untuk itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak hukum dengan harapan Perda KTR dapat diterapkan di seluruh Bali
“Dengan begitu, harapan untuk Bali bebas rokok bisa terwujud,” katanya menegaskan
Pihaknya menilai pelaksanaan Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Bali belum optimal
Dikatakan, upaya lainnya yakni mengendalikan pemasangan iklan, pameran rokok dan lainnya.
Diakuinya, masih ada saja masyarakat yang melanggar dengan merokok di tempat-tempat yang dilarang seperti di kawasan rumah sakit, sekolah, perkantoran dan sarana publik lainnya
“Sehingga penilaian kami, Perda KTR belum dilaksanakan secara optimal,” terang Ayu Swandewi Astuti
Dalam kegiatan diskusi bertema ‘Melindungi Anak dari Intervensi Industri’ itu, dr. Swandewi menegaskan, butuh komitmen dan upaya sunguh-sungguh dalam menegakkan Perda No. 7 Tahun 2013
“Kabupaten Klungkung adalah contoh kabupaten di Bali yang mampu menegakkan Perda KTR. Kabupaten lain perlu mencontoh pelaksanaannya
Dan itu dibuktikan dengan tak ada lagi perusahaan memasang iklan rokok, baik di warung-warung maupun di sepanjang jalan di wilayah setempat
Semestinya langkah ini bisa diikuti oleh kabupaten dan kota di Bali.
Sebab dengan larangan pemasangan iklan rokok tersebut dapat menekan kecenderungan masyarakat membeli rokok, sehingga diharapkan warga tidak merokok lagi,” jelas Dosen FK Unud itu
Selain permasalahan Perda KTR, Ia juga menyampaikan bahwa prevalensi penggunaan rokok elektrik di Bali ada kecenderungan meningkat
Mengacu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 di Indonesia menyebutkan, penggunaan rokok elektrik di usia remaja angkanya lebih tinggi
Pada usia 10 -18 tahun di Bali, angkanya 20,18 persen
“Pada mapping kami, penggunaan rokok elektrik di Bali sudah dilakukan anak usia 10 tahun,” ungkap akademisi Unud ini
Dari hasil survei dan penelitian di Bali, masih ditemukan penjual rokok di dekat sekolah, padahal di sejumlah negara, seperti India, bahkan di sejumlah negara bagian Amerika sangat tegas menerapkan larangan penjualan rokok di dekat sekolah,” sebutnya.
Menurut dr. Swandewi, radius untuk menjual rokok, baik rokok batangan maupun elektrik di negara tersebut sudah sangat tegas zona-nya
Penjual rokok radiusnya dari kawasan sekolah hingga 500 meter bahkan lebih jauh lagi
“Artinya negara tersebut sangat peduli dengan generasi muda agar tidak terpapar rokok,” katanya.
Swandewi mengharapkan para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah, agar melakukan tindakan tegas dan memberi sanksi hukum sesuai dengan Perda terhadap pelaku perokok.***