Tak Gentar Diteror, Redaksi Jubi Tetap Beritakan Teror dan Pelanggaran HAM di Tanah Papua

22 Oktober 2024, 09:45 WIB

Jayapura – Meski mendapat tekanan teror berulangkali Pemimpin Redaksi Jubi Jean Bisay memastikan akna terus memberitakan berbagai isu terkait pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi di Tanah Papua.

Pemimpin Redaksi Jubi Jean Bisay, menegaskan itu dalam menanggapi berbagai teror yang dialamatkan ke media yang dipimpinnnya.

Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua mengutuk keras aksi teror yang menyasar Kantor Redaksi Jubi pada Rabu dini hari, 16 Oktober 2024.

Aksi pelemparan molotov tersebut dianggap sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Papua.

Dalam konferensi pers di Jayapura, koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi jurnalis, lembaga hak asasi manusia (HAM), serta perwakilan mahasiswa mendesak aparat kepolisian untuk segera mengungkap pelaku dan motif di balik serangan itu.

Jean Bisay menyebutkan, serangan teror menimbulkan kerugian material sebesar Rp300 juta, tetapi lebih dari itu, mengganggu ketenangan keluarga dan karyawan Jubi.

Ini bukan pertama kali kami diteror, dan dia memastikan Jubi akan terus memperjuangkan pengungkapan kasus ini hingga tuntas.

“Kami tidak akan berhenti, walaupun teror terus berlanjut,” ungkap Jean Bisay dengan tegas.

Namun demikian, Jean Bisay menegaskan bahwa Jubi akan tetap melanjutkan misi jurnalistiknya untuk memberitakan berbagai isu di Papua, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi.

Teror tidak akan menghentikan mereka dari tugas memberikan informasi yang jujur dan berpihak pada kebenaran. Pihkanya juga menekankan, pentingnya dukungan publik dan keseriusan Aparat

Juru bicara koalisi, Chanry Suripatty, menyatakan bahwa peristiwa ini tidak boleh dibiarkan tanpa ada tindakan hukum yang tegas.

Pihaknya mendesak Kepolisian Daerah Papua dan Polri untuk mengungkap kasus ini dengan cepat dan transparan.

“Kasus teror terhadap Jubi telah terjadi beberapa kali, dan hingga saat ini, belum ada pelaku yang berhasil ditangkap. Ini mencerminkan kurangnya komitmen terhadap perlindungan kebebasan pers di Papua,” tegasnya.

Serangan yang terjadi di Kantor Redaksi Jubi bukan hanya ancaman fisik terhadap staf Jubi, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.

Koalisi menilai bahwa tindakan semacam ini, jika tidak segera diusut, akan memperburuk situasi kebebasan pers dan meningkatkan kekhawatiran atas teror terhadap media di Papua.

Bukti Rekaman CCTV Diharapkan Menguak Pelaku

Simon Pattiradjawane, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Papua, menegaskan bahwa kasus ini telah dilaporkan kepada Kepolisian Daerah Papua segera setelah kejadian.

Ia menyatakan bahwa alat bukti berupa rekaman CCTV yang memperlihatkan pelaku sedang dianalisis oleh pihak kepolisian.

“Lebih dari 12 kamera CCTV merekam kejadian tersebut, sehingga seharusnya tidak sulit bagi polisi untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku,” ujarnya.

Pihak kepolisian telah membentuk tim penyelidik untuk mempercepat pengungkapan kasus ini.

Kombes Ignatius Benny Adi Prabowo, Kepala Bidang Humas Polda Papua, menyebutkan bahwa pemeriksaan forensik terhadap residu molotov menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam serangan tersebut adalah bahan-bahan yang mudah ditemukan di pasaran, termasuk slime, mainan anak-anak yang digunakan sebagai bahan pembakar.

Gustaf Kawer, Direktur PAHAM Papua, menggarisbawahi bahwa penanganan yang lambat terhadap kasus ini hanya akan memperparah situasi ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum di Tanah Papua.

“Kami berharap semua pihak, termasuk masyarakat dan lembaga penegak hukum, memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Pengungkapan harus segera dilakukan, dan kita harus mendukung upaya ini agar kebebasan pers tetap terjaga,” katanya.

Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, yang terdiri dari berbagai organisasi jurnalis dan aktivis HAM, berharap agar pemerintah dan aparat kepolisian memberikan prioritas pada pengungkapan kasus ini.

Mereka menegaskan bahwa perlindungan terhadap jurnalis adalah kunci bagi terciptanya demokrasi yang sehat dan bebas dari ancaman. ***

Artikel Lainnya

Terkini