Denpasar – Pengelola Kawasan Badak Agung Inti dan Putra Raja IX Denpasar Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat, SE menanggapi pelaporan terkait penutupan kantor hukum di Jalan Badak Agung dengan menegaskan keyakinannya polisi akan bekerja mandiri dan profesional dalam menangani kasus tersebut.
Kasus yang dilaporkan pengacara MS kini terus bergulir ke ranah hukum. Bahkan, MS bersama rekan-rekan pengacara lainnya mendatangi Polresta Denpasar meminta polisi serius menuntaskan kasus yang membelit Turah Mayun.
Turah Mayun sendiri kepada wartawan, nampak santai dan membeberkan kembali kronologis singkat terkait perselisihan dengan MS.
Perkembangan terakhir, sebagai itikad baik, Turah Mayun menyerahkan barang bukti mobil Suzuki Ferosa kepada penyidik Polresta.
“Ini itikad baik kami untuk mendukung kerja polisi dan memperlancar proses hukum yang sedang bergulir di Polresta Denpasar,” kata Turah Mayun kepada wartawan, Rabu 20 September 2023.
Ditegaskan Turah Mayun, pihaknya meyakini dan percaya polisi bekerja mandiri, profesional dan tanpa tekanan.
”Kerja polisi itu mandiri dan profesional, justru menjadi tanda tanya jika diintervensi dari luar,” tandasnya lagi
Polisi memberi perhatian dan menegaskan semua kasus ditangani secara profesional termasuk kasus di Badak Agung.
Dalam bekerja polisi tidak mungkin tergesa-gesa sehingga tak terjebak penggiringan opini di luar. Pihaknya meyakini dengan kerja penyidik dalam menangani kasus tersebut.
Pada bagian lain Inti mengingatkan jangan sampai institusi kepolisian yang dihormati bersama kemudian mendapat tekanan dari pihak lain.
Dalam kasus yang kini semakin terungkap ke publik, harapannya agar kasusnya semakin benderang berdasarkan fakta berimbang.
“Bukan semata asumsi dan opini,” kata Inti menegaskan.
Pada bagian lain, Inti dan Turah Mayun Wiraningrat, menyesalkan sekelompok pengacara yang tergabung dalam organisasi advokat ramai-ramai mendatangi Polresta Denpasar memberi dukungan untuk MS terkait penutupan lahan masuk Kantor hukum MS di Badak Agung, Selasa 19 September 2023.
Atas hal itu, Inti membeberkan isi perjanjian yang dibuat MS yang keberimbangannya dipertanyakan.
“Apakah perjanjian berimbang gak. Perjanjian yang dibuat (MS) itu kan hanya untuk kepentingan dia,” tegas Inti.
Diakuinya ada perjanjian yang telah dibuat antara MS dan Raja Denpasar IX (alm). Lantas jika memang merasa, tanah tersebut miliknya harusnya bisa menunjukkan ada tidaknya akta jual beli, demikian juga dengan sertifikat.
Jadi, jangan hanya bermodalkan perjanjian kerja sementara tidak pernah berkerja menjalankan pekerjaannya. Dia menilai MS tidak pernah bererja dan tidak ada komunikasi.
Dalam perjanjian antara almarhum raja dan MS tercantum, setelah ditanda tangani perjanjian akan dilanjutkan penandatanganan jual beli.
Namun kenyataan sampai raja almarhum, MS tidak pernah berani meminta perjanjian jual beli tersebut.
Jangan lantas terus berujar soal penutupan. Apalagi, yang ditutup adalah tanah milik Turah Mayun sebagai pewaris tanah raja.
Bukan bangunan kantor hukum yang ditutup karena memang belum pernah buka di Badak Agung kecuali plang papan nama. “Pintu gerbang juga gak ada. lantas pidananya dimana,” sergah Inti.
Lebih lanjut, sesuai peraturan agraria dan aturan yang berlaku bukti kepemilikan tanah yang sah adalah sertifikat atau setidaknya ada perjanjian jual beli bukan perjanjian kerja.
“Itu baru sah menjadi hak milik. Tidak bisa bermodalkan perjanjian kerja lalu klaim hak milik,” tukas Inti .
Sebab jika model cara kerja seperti itu, apa bedanya dengan kerja mafia tanah. Apalagi, tidak kerja sesuai perjanjian. Orang hukum pasti paham dan mengerti soal prosedur ini yang berkaitan kepemilikan lahan.
Sementara, menyoal tudingan adanya pengerahan preman, Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat atau Turah Mayun juga membantah.
Dia tidak mengerti yang dimaksud mengerahkan preman karena mereka yang sering keluar masuk ke kawasan Badak Agung mengetahui, orang dimaksud adalah satpam yang berutugas jaga di Badak Agung.
Ditegaskan lagi, yang ditutup bukan bangunan, tapi tanahnya.
“Karena tanah itu milik kami. Entah itu berupa jalan atau apa,” Turah Mayun mengakhiri. ***