Denpasar – Masa depan ekonomi kerakyatan dan kedaulatan agraria Bali kini berada di tangan regulasi.
Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali telah menyepakati urgensi dan pentingnya regulasi untuk membendung laju pertumbuhan toko modern berjejaring yang masif serta mengokohkan perlindungan terhadap lahan produktif Bali.
Kesepakatan bersejarah ini mengemuka dalam Rapat Paripurna ke-17 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 yang berlangsung di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (15/12).
Rapat dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mewakili Gubernur Wayan Koster, ini berfokus membahas pandangan umum fraksi-fraksi terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) krusial:
Raperda Pengendalian Toko Modern Berjejaring
Raperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee
Fraksi PDI Perjuangan, melalui Anak Agung Istri Paramita Dewi, memberikan dukungan prinsipil yang kuat. Fraksi ini melihat kedua Raperda sebagai instrumen hukum vital untuk:
Menjaga keseimbangan ekonomi kerakyatan.
Melindungi UMKM dan pasar tradisional dari gempuran ritel raksasa.
Mempertahankan lahan produktif sebagai penopang ketahanan pangan dan lingkungan.
PDI Perjuangan secara tegas mendesak agar regulasi toko modern berjejaring tidak hanya berupa aturan normatif, melainkan harus disertai pengaturan zonasi, jarak, perizinan, serta pengawasan dan penegakan hukum yang tanpa kompromi.
Terkait lahan, aturan ini dinilai fundamental untuk menjaga kedaulatan agraria Bali, sejalan dengan filosofi Sad Kerthi dan Tri Hita Karana.
Demokrat-NasDem dan Gerindra-PSI: Dorong Pembahasan Lebih Dalam dan Jamin Kepastian Hukum
Meski menyambut baik inisiatif Pemprov Bali, beberapa fraksi lain menyuarakan perlunya kecermatan yang lebih mendalam:
Fraksi Demokrat–NasDem, yang pandangannya dibacakan Dr. Somvir, mengusulkan pembahasan Raperda dilakukan lebih mendalam dengan partisipasi publik yang lebih luas.
Mereka bahkan mengusulkan pembahasan dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2026 demi memastikan regulasi yang dihasilkan komprehensif dan aplikatif.
Fraksi Gerindra–PSI, melalui Grace Anastasia Surya Widjaya, menyoroti pentingnya harmonisasi norma, penajaman landasan yuridis, dan kejelasan batas kewenangan daerah, terutama terkait larangan praktik nominee.
Mereka mengingatkan agar regulasi tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi dan tetap menjamin keadilan, kepastian hukum, dan iklim usaha yang sehat.
Fraksi Partai Golkar, yang diwakili I Nyoman Wirya, pada prinsipnya mendukung pengendalian ini. Namun, mereka melihat kompleksitas substansi kedua Raperda memerlukan pembahasan lanjutan yang lebih mendalam.
Fraksi Golkar secara khusus mendesak adanya penguatan data, integrasi lahan pertanian berkelanjutan dalam sistem perizinan, pemberian insentif yang konkret bagi petani, serta penegakan tata ruang yang konsisten sebelum Raperda disahkan.
Rapat paripurna ini menegaskan komitmen legislatif Bali untuk membentuk “tembok” regulasi yang melindungi karakteristik lokal dan masa depan pulau dewata.
Sekda Dewa Made Indra memastikan Pemprov Bali akan mencermati seluruh masukan fraksi untuk menghasilkan regulasi yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan selaras dengan visi Bali Era Baru.***

