![]() |
Ilustrasi/bmkg |
Denpasar – Semua pihak diminta terus meningkatkan kewaspadaan menyusul terjadinya tiga gempa susulan yang terjadi di Selatan Pulau Bali. BMKG Jakarta merilis 24 Juli 2019 (pukul 23.50 Wita), sebagaimana dikeluarkan Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG yang disampaikan Daryono.
Dalam rilis resmi berjudul sehari tiga gempa signifikan guncang selatan Bali, Daryono menceritakan Rabu malam 24 Juli 2019 pukul 20.17.23 WIB gempa kembali terjadi di Samudra Hindia selatan Bali.
Kali ini pusat gempa berada di zona megathrust selatan Bali. Hasil analisis update yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa gempa ini memiliki kekuatan M 5,2.
Episenter terletak pada koordinat 10,57 LS dan 115,00 BT, tepatnya di Samudra Hindia pada jarak 198 km arah baratdaya Nusa Dua dengan kedalaman 10 km. Berdasarkan lokasi episenter dan kedalamannya tampak bahwa gempa ini merupakan jenis gempa tektonik dangkal di zona megatrust relatif dekat dengan front subduction.
Dengan memperhatikan mekanisme sumber yang berupa pergerakan naik (thrusting) maka hiposenter gempa ini terletak pada bidang kontak antar Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Gempa semacam ini populer disebut sebagai “interplate earthquake”.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali I Made Rentin, menjelaskan, pusat gempa ini meskipun lokasi sangat jauh dari Bali dan Lombok, tetapi beberapa warga di Lombok merasakan guncangan gempa ini dalam skala intensitas II MMI.
Di Samudra Hindia selatan Bali, gempa ini adalah urutan yang ketiga kalinya dalam sehari ini. Gempa pertama terjadi pada pukul 09.29.13 WITA dengan kekuatan M=4,9 pada kedalaman 71 km.
Gempa kedua terjadi pukul 18.53.13 WITA dengan berkekuatan M=4,1 pada kedalaman 66 km. Ditinjau dari kedalaman hiposenternya maka baik gempa pertama dan kedua adalah gempa dengan kedalaman menengah di zona Benioff.
Ditinjau dari karakterikstik kedalaman dan mekanisme sumbernya tampak bahwa gempa pertama dan kedua lebih memiliki kaitan dengan aktivitas gempa kuat yang terjadi pada tanggal 16 Juli 2019 lalu dengan kekuatan M 6,0 pada kedalaman 75.6 km.
Sedangan gempa yang ketiga adalah gempa baru di zona megathrust. “Dengan terjadinya peristiwa 3 gempa bumi di selatan Bali dalam sehari ini marilah kita bersama meningkatkan kewaspadaan, tetapi kita tidak perlu resah dan khawatir,” ajak Rentin melalui siaran pers.
Tingkah laku gempa masih sulit dikenali polanya, selain itu aktivitas gempa bumi belum dapat diprediksi kapan, dimana, dan berapa kekuatannya,” tutur Rentin. Hingga malam ini warga Banyuwangi dan Bali masih melontarkan pertanyaan : Apakah rentetan gempa di selatan Bali ini merupakan tipe gempa pembuka ?
“Jawabnya adalah sangat sulit untuk menentukan sebuah gempa disebut sebagai gempa pembuka atau bukan,” jelas Rentin. Kata Rentin, apa yang disampaikan Daryono, Kepala Bidang di BMKG, mengingatkan semua untuk tidak perlu resah dan khawatir, tetapi meningkatkan kewaspadaan.
“Sama halnya saat menjawab potensi gempa megathrust di pesisir selatan Jawa, dijelaskan bahwa informasi tentang gempa tujuannya untuk membenahi upaya mitigasi, bukan direspon dengan ketakutan dan kecemasan berlebihan,” katanya mengingatkan.
BPBD yang oleh Undang-Undang diberikan 3 (tiga) fungsi yaitu komando, koordinasi, dan pelaksana, mendorong semua pihak untuk lebih memantapkan upaya mitigasi bencana.
Sebut saja, mekukan upaya paling sederhana mulai dari rumah masing-masing dengan mengecek kekuatan infrastruktur rumah, lanjut dihimbau ke gedung perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan dan gedung lainnya.
“Intinya dengan melakukan pengecekan, kita bisa melakukan langkah antisipasi,” tegasnya. Guna memperkuat manajemen mitigasi dan penanggulangan bencana, awal tahun ini telah dilakukan revisi Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang BNPB.
Aturan itu, intinya penguatan koordinasi antar pemangku kepentingan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga merevisi rencana tata ruang wilayah terutama di area rawan bencana.
Penyusunan revisi RTRW mempertimbangkan mitigasi bencana dibarengi penegakan hukum, artinya jika sudah ditetapkan sebagai zona rawan bencana maka dihindari untuk pembangunan apalagi tempat tinggal.
“Sekali lagi kami (BPBD) menghimbau untuk meningkatkan kesiap-siagaan, dan mari secara rutin dan berkelanjutan untuk mendidik dan melatih diri dengan melakukan simulasi tiap tanggal 26 (tiap bulan),” imbau Rentin.
Hal ini telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi Bali dengan telah ditetapkannya Hari Simulasi Bencana bahwa mari secara bersama melatih diri dan menyiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan bencana, karena semua tahu dan paham bahwa Pulau Bali berada pada ring off fire. (rhm)