Kabarnusa.com – Beberapa tokoh dan elemen masyarakat mempertanyakan pengembangan obyek wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Kabuoetan Badung, yang dinilai telah bergeser dari masterplan atau konsep semula sebagai pariwisata berbasis budaya (cultural park) menjadi pariwisata berorientasi bisnis.
Dalam Forum Discussion Group (FGD) yang digelar dalam menyikapi kisruh manajemen GWK dengan ratusan pemilik toko Plaza Amata, mayoritas peserta terdiri kalangan akademisi, praktisi, tokoh agamma, praktisi pariwisata dan elemen lainnya, menyayangkan terjadinya kekisruhan itu.
Pemuka Hindu, Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Acharya Agni Yoga Nanda melontarkan kekecewaanya atas pergeseran konsep GWK yang dinilai tidak sejalan lagi dengan visi awal pendiriannya.
“Konsep awal GWK harus dipertahankan, jangan sampai simbol-simbol seperti Dewa Wisnu hanya dijadikan alat untuk kepentingan bisnis,” tandasnya di Denpasar Senin 6 JUli 2015.
Bahkan, dia menyebut, jika melihat perubahan mastreplan GWK itu, dinilai sebagai tindakan mengarah pada pelecehan, penistaan simbol Hindu sehingga harus kembali diluruskan.
Pihaknya mengajak seluruh masyarakat Bali, untuk serius menyikapi hal itu sebab GWK tidak hanya menjadi ikon pariwisata Bali namun telah juga aset nasional yang mesti dijaga.
“Ini bukan masalah biasa, Kita perlu bentuk tim gabungan untuk melawan pihak-pihak yang ingin mengubah visi misi GWK yang dahulu mendapat dukungan masyaakat Bali,” tandas mantan anggota DPRD Bali itu.
Karenanya, dia meminta Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk memanggil investor yang mengelola GWK, yakni PT GAIN, guna dimintakan pertanggungjawaban.
Pihaknya juga akan meminta pematung Nyoman Nuartha yang menjadi perintis pembangunan GWK agar bisa memberikan penjelasan, konsep GWK dan kelanjutan rencana pengembangan GWk yang kini menjadi sorotan dan keprihatinan banyak pihak atas kemelut yang terjadi.
“Kita minta agar Masteplan GWK awal diperkuat, simbol-simbol agama harus diamankan jangan sampai dilecehkan oleh pihak-pihak tertentu,” katanya mengingatkan.
Senada denhan Acharya, Wayan Sukayasa pengurus PHDI Badung yang meminta agar patung GWK ditempatkan secara benar sesuai kaidahnya. Konsep tri hita karana harus dijunjung pihak investor, jangan sampai melakukan tindakan seenaknya berdalih pengembangan yang akan menjauhbkan dari nilai-nilai luhur agama dan adat budaya.
Dalam kesempatan sama, mantan Direktur Utama PT Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN) Putu Antara yang merupakan konseptor GWK bersama Nyoman Nuartha, master plan tahun 2006 itu pada awalnya saat membangun pedestal GWK dan pertokoan berjalan lancar.
Hanya saja, dalam perkembannya justru investor cenderung mengkomersialkan sebagai kawasan realestate terpadu, sehingga 100 persen sehingga mengikis keberadaanya sebagai taman budaya (cultutal park).
“Cultural Park itu mengakomodasi lokal jenius Bali yang harus dikedepankan, beragam fasilitas untuk menunjang produk kesenian dan budaya Bali,” imbuh mantan Ketua Bali Tourism Board (BTB) itu.
Yang terjadi, justru PT Alam Sutera Reality mengembangakan dengan menggeser konsep awal GWK sebagai ikon pariwisata Bali dengan kegiatan pesta-pesta, hotel dan hiburan lainnya yang tidak sejalan dalam menjaga kawasan tersebut yang memiliki nilai religisiutas.
Indrajaya Sudiarta sangat mengapresiasi pemikiran para tokoh Bali termasuk perlunya dibentuk gerakan untuk penyelamataan GWK.
“Kami mengapresiasi kenginan masyarakat yang peduli GWK untuk membentuk Forum Revitalisasi Penyelamatan GWK,” tandas pria yang disapa Sin itu. (rhm)