![]() |
ilustrasi |
JAKARTA – Kinerja Ekonomi pada Triwulan II tahun anggaran 2017 kembali tidak memuaskan Presiden dari permintaan untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4 persen hanya bisa mencapai 5,01 persen.
Dalam pandangan Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi dalam triwulan yang sama Tahun 2016 yang sebesar 5,18 persen, maka pada tahun 2017 ini terjadi penurunan sebesar 0,17 persen.
“Ide usulan kajian pemindahan ibukota negara ini juga semakin tak relevan jika kita menilai kinerja kementerian yang menjadi otoritas ekonomi dan moneter negara,” kata Defiyan dihubungi, Jumat (11/8/2017).
Jika kemudian pendekatan manajemen kinerja diterapkan pada hasil kinerja Triwulan II tahun 2017 ini, maka kementerian dan lembaga terkait perlu dipertanyakan.
“Kementerian dan lembaga yang mengelola bidang ekonomi, keuangan dan industri lah yang paling bertanggungjawab atas penurunan kinerja ekonomi ini,” tandas alumnus UGM Yogyakarta itu.
Lebih daripada itu, adalah kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak begitu baik.
Jika diperbandingkan rasio utang dengan negara-negara maju seperti USA dan Jepang yang lebih tinggi rasionya, dan negara maju ini juga membangun dengan hutang serta rasionya lebih tinggi di atas Indonesia.
Juga, rasio utang terhadap PDB kurang lebih 27 persen namun dengan impor contents yang masih tinggi.
“Walaupun USA dan Jepang lebih besar rasio utangnya (Jepang hampir 250 persen dan USA 108 persen) itu namun trickle down effect nya lebih baik ditengah melambatnya ekonomi dunia,” tuturnya.
GDP Jepang tahun 2016 adalah 34.870 US dollar dan pertumbuhan ekonominya hanya 1%, dibandingkan dengan Indonesia yang tumbuh lebih baik tapi GDP atau PDB di bawah kedua negara tersebut.
Pertumbuhan GDP Indonesia Rp 12.406 Trilyun atau 3.605,06 US dollar (Rp 47,96 juta per kapita/tahun) dengan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen. “Lalu, kemanakah larinya GDP atau PDB per kapita Indonesia,” ucap Defiyan dengan nada tanya. (rhm)