![]() |
ilustrasi/net |
KUPANG – Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM bersama Uni Eeopa-UNDP membangun dialog bersama sejumlah pihak guna mendorong penguatan sistem peradilan pidana anak.
“Dialog itu dilakukan bersama dengan sejumlah lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, pengadilan anak serta lembaga pemasyarakatan dalam aksi kunjungan yang dilakukan hari ini,” kata Koordinator Sektor Uni Eropa-UNDP Sustain Ariyo Bimmo, di Kupang, Kamis (27/7/2017).
Dialog dibangun untuk memastikan pola penanganan hukum atas tindak pidana anak, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Selain itu, kunjungan tersebut dilakukan untuk mempererat koordinasi antarlembaga penegak hukum sembari membahas isu-isu penting dalam penerapan undang-undang itu.
Dipilihnya Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur Kupang menjadi proyek Uni Eropa-UNDP Sustain guna mendukung pembaruan peradilan di Peradilan Anak.
Ariyo menambahkan, proyek ini menjadi bagian dari upaya Uni Eropa-UNDP Sustain mendukung Mahkamah Agung (MA) dalam mewujudkan pengadilan anak. Selain Kota Kupang proyek sama juga dilakukan di Stabat, Manado, Cibinong, dan Sleman.
Diharapkan bisa mewujudkan pengadilan anak yang adil tidak hanya melibatkan pengadilan saja.
Oleh karena itu, selain mendukung para hakim anak di pengadilan negeri Kupang, Uni Eropa-UNDP Sustain juga turut mendukung terlaksananya pelatihan terpadu antar semua lembaga penegak hukum. pelatihan terpadu
Uni Eropa-UNDP Sustain juga melakukan pelatihan terpadu yang dimotori Badan Pengembangan Sumber Daya Manusi (BPSDM) Kementerian Hukum dan HAM RI.
Pelatihan itu sendiri dilakukan di Kupang pada 28 Juli 2017 dan dihadiri oleh para lembaga penegak hukum seperti hakim khusus anak, jaksa, polisi, pekerja sosial dan perwakilan masyarakat sipil.
Sistem peradilan pidana anak (SPPA) memberi tekanan pada pemenuhan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai korban, saksi, maupun pelaku.
Kesemuanya ini demi menjamin kepentingan terbaik anak dalam mendapatkan keadilan yang bersifat restoratif. SPPA diharapkan dapat melindungi masa depan anak-anak Indonesia.
“Kami melihat respon dan komitmen yang baik dari pengadilan anak di Kupang untuk menerapkan SPPA dalam bentuk peningkatan kapasitas para hakim anak,” demikian Ariyo. (adi)