Universitas Syiah Kuala Gelar Pelatihan Silase Ransum Pakan Ternak Ruminansia dan Pencegahan PMK

Universitas Syiah Kuala menggelar kegiatan pelatihan pembuatan silase ransum komplit untuk pakan ternak ruminansia dan penanganan dan pencegahan terjadinya penularan penyakit mulut dan kuku (PMK).

Aceh Besar – Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Syiah Kuala menggelar pelatihan pembuatan silase ransum komplit untuk pakan ternak ruminansia dan penanganan dan pencegahan terjadinya penularan penyakit mulut dan kuku (PMK).

Kegiatan digelar di Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Syiah Kuala, Kabupaten Aceh Besar pada Minggu 14 Agustus lalu.

Ketua PKM Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang didukung oleh Universitas Syiah Kuala.

Tim terdiri Dr. drh. Sugito, M.Si dan Fitrah Khairi, S.Pt., M.Si sebagai anggota, dalam kegiatan ini juga melibatkan beberapa orang mahasiswa.

Pelatihan ini menyasar masyarakat di Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Syiah Kuala, Kabupaten Aceh Besar, khususnya para petani yang tergabung dalam Kelompok tani ternak sapi penggemukan. Pada kegiatan awal dimulai dengan pemaparan materi oleh Bapak Dr. drh. Sugito, M.Si yang menyampaikan hal mengenai penanganan dan pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi.

Penyakit mulut dan kuku disingkat PMK merupakan penyakit hewan menular yang menyerang hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, unta dan gajah.

“Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi,” tuturnya.

Di dunia internasional, penyakit PMK disebut foot and mouth disease yang disingkat dengan FMD. Penyakit PMK atau FMD disebabkan oleh virus yang dinamai virus penyakit mulut dan kuku (virus PMK) atau foot and mouth disease virus (FMDV).

Masa inkubasi penyakit (waktu masuknya virus sampai timbul gejala) berkisar antara 2-8 hari. Gejala penyakit PMK pada setiap jenis hewan bervariasi.

Namun secara umum, penyakit ini menunjukkan gejala: demam tinggi (mencapai 39 °C) selama beberapa hari, tidak mau makan dan terjadi luka/lepuh pada daerah mulut (termasuk lidah, gusi, pipi bagian dalam dan bibir) dan keempat kakinya (pada tumit, celah kuku dan sepanjang coronary bands kuku atau batas kuku dengan kulit). Luka/lepuh juga bisa terjadi pada liang hidung, moncong, dan puting susu.

Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain terutama hewan yang peka dapat terjadi dengan dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.

Penularan secara langsung terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan air liur dan leleran hidung, dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Sedangkan penularan secara tidak langsung terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak; berupa susu, daging, jeroan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit.

Penyebaran PMK dari suatu daerah ke daerah lain pada umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh.

Untuk mencegah masuknya penyakit ini yang akan membahayakan ternak sapi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi perlu meningkatkan biosekuriti.

Biosekuriti merupakan serangkaian tindakan yang meliputi: 1). perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans, 2). melarang pemasukan ternak dari daerah lain, terutama daerah tertular, 3). melakukan tindakan karantina dengan ketat, 4). Menjaga kondisi ternak dengan manajemen pemeliharaan yang baik, 5). Meningkatkan sanitasi dan mendesinfeksi kandang dan sekitarnya secara berkala.

Tindakan biosekuriti tersebut harus diterapkan secara bersama-sama dan kompak oleh seluruh masyarakat baik dari unsur pemerintah maupun petani, peternak dan pengusaha khususnya pengusaha yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan.

Selanjutnya kegiatan kedua mengenai pembuatan silase ransum komplit yang berasal dari limbah pertanian, yaitu jerami padi dan bahan pakan lokal.

Para peserta berpartisipasi aktif dengan berdiskusi dan praktik langsung dalam pembuatan silase ransum komplit untuk pakan ternaknya. Pemberian pelatihan secara tatap muka dilakukan di lokasi peternakan salah satu warga yang berada di Gampong Tanjung Selamat.

“Tujuan dilaksanakan kegiatan ini untuk memberikan pakan alternatif untuk ternak selain pakan ternak hijauan,” ungkapnya.

Pembutan pakan silase itu sendiri berbahan dasar jerami kering. Bahan tersebut dicampur dengan dedak padi, bungkil sawit dan molases sebagai sumber energi serta bungkil kedelai dan tepung ikan sebagai sumber protein, dilengkapi dengan ultra mineral untuk memenuhi kebutuhan mineral dari ternak.

Ketua tim PKM Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc menegaskan, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peternak dalam membuat olahan pakan yang mempunyai peran yang berpengaruh lebih jika dibandingkan dengan pakan biasa.

Pembuatan pakan silase dapat menjadi alternatif solusi dalam mengurangi frekuensi pemberian pakan hijauan, yang memerlukan tenaga lebih. Pembuatan silase ini mempunyai sisi positif yaitu dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, sehingga dapat menjadi tabungan pakan. ***

Berita Lainnya

Terkini