Ustaz DR Abdullah Hehamahua: Shaum dan Ibadah Ramadan Rasulullah SAW

Standar Operasional Prosedur (SOP) puasa, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan tersebut, mencakup kegiatan yang dikenal dengan istilah sahur

3 Maret 2025, 04:05 WIB

Syukur Alhamdulillah, malam ini kita telah memasuki hari kedua bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah. Semoga ibadah puasa yang kita laksanakan sepanjang hari kemarin senantiasa diliputi oleh keikhlasan dan ketundukan hati kepada Allah SWT.

Hal ini tercermin dari pelaksanaan iftar dan rangkaian ibadah shalat Maghrib, Isya, Tarawih, serta tadarus Al-Qur’an yang kita tunaikan semata-mata sebagai wujud ketaatan kepada-Nya, terlepas dari segala pertimbangan duniawi.

Dengan kesadaran dan penghayatan yang mendalam ini, pada kesempatan malam ini kita akan melanjutkan kajian ‘Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW’, seri kedua yang akan membahas mengenai Sahur Rasulullah SAW.

Standar Operasional Prosedur (SOP) puasa, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan tersebut, mencakup kegiatan yang dikenal dengan istilah sahur. Secara etimologis, dalam bahasa Arab, ‘as-sahur’ merujuk pada hidangan makanan dan minuman yang dikonsumsi pada waktu sahur, sementara ‘as-suhur’ merujuk pada tindakan mengonsumsi hidangan tersebut.

Rasulullah SAW senantiasa melaksanakan sahur selama bulan Ramadhan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: ‘Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur terdapat keberkahan.’ (Muttafaqun ‘alaih).”

Hadis lain menyebutkan: “Makan sahur adalah barakah maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang di antara kalian hanya minum seteguk air.” (HR. Ahmad).

Ulama salaf, berdasarkan hadis-hadis di atas, menyepakati bahwa, sahur adalah sunnah Rasulullah (bukan sunat). Padahal sumber hukum dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Konsekwensi logisnya, meninggalkan sahur dalam shaum Ramadan, berarti kita meninggalkan ketentuan dari salah satu sumber hukum Islam. Sebab, Al-Qur’an mengatakan: “Katakanlah (wahai Muhammd): ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali ‘Imran: 31)

Ayat Al-Qur’an ini menginformasikan bahwa, jika mencintai Allah SWT sebagai prasyarat dalam melaksanakan shaum Ramadhan, maka kita harus mengikuti sunnah Rasulullah SAW, termasuk sahur.

Kalangan ulama sepakat menetapkan sahur dalam bulan Ramadahan sebagai sunnah karena beberapa pertimbangan. Antara lain, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya (Fathul Bari, 4/166) bahwa, barakah dalam sahur dapat diperoleh dari beberapa segi, yaitu:

a. Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW
b. Menyelisihi ahli kitab karena Rasulullah SAW bersabda: “Yang membedakan antara puasa kami (orang-orang muslim) dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.”(HR. Al-Imam Muslim);
c. Menambah kemampuan fisik untuk beribadah;
d. Menambah semangat untuk tetap bekerja dan berusaha di siang hari;
e. Mencegah akhlak buruk yang timbul karena pengaruh lapar.
f. Mendorong bersedekah ke orang yang meminta pada waktu sahur atau berkumpul bersamanya untuk makan sahur;
g. Merupakan sebab untuk berdzikir dan berdoa pada waktu mustajab. Sebab, pada waktu sahur, Allah SWT dan para malaikat-Nya bershalawat atas kita seperti diriwayatkan oleh Ahmad: “Makan sahur adalah barakah. Maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah satu di antara kalian hanya minum seteguk air. Sesungguhnya Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang sahur.” (HR. Ahmad);
h. Menjumpai niat puasa bagi orang yang lupa niat puasa sebelum tidur.

Waktu Sahur

Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkannya sampai mendekati terbit fajar. Mengakhirkan waktu sahur ini merupakan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit, beliau bekata:

“Kami makan sahur bersama Rasulullah SAW (setelah makan sahur) kami berdiri untuk melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) berkata: ‘Berapa perkiraan waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit berkata: ‘50 ayat’.” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadis di atas menginformasikan bahwa, batas waktu antara sahur dengan shalat subuh adalah sekitar 10 – 15 menit, yaitu waktu yang diperkirakan untuk membaca 50 ayat Al-Qur’an. Maknanya, jika kita makan sahur pukul 24.00 terus tidur karena malas bangun tengah malam, berarti kita tidak mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Ada pula sebagian di antara kita yang bangun makan sahur sekitar pukul 03.00 dan 04.00, kemudian tidur lagi. Ini pun tidak mengikuti sunah. Sebab, hadis di atas menyebutkan, selesai sahur terus menuju tempat shalat (masjid atau mushalla). Ini karena tempo jedah di antara makan sahur dan shalat subuh hanya 10 – 15 menit.

Makanan Sahur

Masyarakat tradisional, biasanya hidangan sahur terdiri dari nasi, ikan, ayam, daging, sayur dilengkapi dengan buah dan teh manis atau sirup. Dampak negatifnya, setelah kekenyangan makan sahur, orang berebut masuk WC sehingga ketinggalan shalat subuh berjamaah.

Dampak negatif lanjutannya, mereka bolos shalat berjamaah, baik di rumah, mushala, maupun masjid. Tradisi ini tentu saja sangat kontradiktif dengan pesan utama shaum, yaitu adanya sikap empati terhadap orang-orang miskin yang kelaparan dan kehausan. Bahkan, mereka kedinginan/kepanasan karena tidak mempunyai rumah tempat bernaung.

Rasulullah SAW, dalam kontek ini mengingatkan: “Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah tamr (kurma).” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi). Kalau tokh, sudah menjadi kebiasaan perut orang Indonesia harus makan nasi dengan lauk pauk, hendaknya nilai-nilai kesederhaan harus tetap diperhatikan. Apalagi sebagai pejabat publik, mulai dari presiden sampai Kepala Desa, anggota legislatif, yudikatif, dan pejabat BUMN/BUMD.

Umar bin Khattab, dalam kontek ini, setiap makan hanya mengonsumsi satu lauk. Padahal, sebagai khalifah, Umar memiliki harta yang cukup banyak yang berasal dari ghanimah. Namun, sikap empatinya terhadap rakyat, mendorong Umar hanya mengonsumsi satu lauk, setiap makan.

Simpulan:

Mencintai Allah SWT sebagai prasyarat seseorang melaksanakan shaum Ramadhan, berarti kita juga harus mencintai Rasulullah SAW dengan sepenuh hati. Konsekwensi logisnya, dalam sahur Ramadhan, kita juga mencontohi amalan baginda Rasulullah SAW.

Jika tidak mampu makan sahur dengan korma, tetapi harus dengan nasi dan lauk pauk, ingatlah, ada sekitar 40 juta rakyat Indonesia yang terkategori orang miskin absolut. Bahkan, menurut World Bank, sekitar 60% rakyat Indonesia, miskin nonabsolut.

Sikap empati tersebut akan membantu kita menekan biaya pengeluaran selama Ramadhan seoptimal mungkin. Sebab, secara matematik, seharusnya pengeluaran dalam bulan Ramadhan, lebih kecil dibanding dengan waktu-waktu lain di luar Ramadhan.

Marilah mulai hari ini, kita bersahur paling cepat pukul 04.15 dengan makanan yang sesederhana mungkin. Namun, hidangannya yang bergizi dan memenuhi syarat: 4 sehat, 5 sempurna, dan 6 halal. Langkah berikut, setelah sahur, kita menuju masjid/mushalla untuk shalat subuh berjamaah. In syaa Allah !!! (Depok, 1 Maret 2025). ***

*Dr. Abdullah Hehamahua, S.H, M.M, adalah aktivis dan politikus Islam Indonesia, pernah menjadi penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2005–2013 dan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 1978–1981.

Berita Lainnya

Terkini