Wanita Tanzania Residivis Overstayer Dideportasi Rudenim Denpasar

ZAM bukanlah pelanggar baru. Ia tercatat sebagai residivis di Rudenim Denpasar, setelah sebelumnya pernah dideportasi pada September 2020 atas kasus serupa, yaitu pelanggaran overstay.

26 November 2024, 22:06 WIB

DENPASAR– Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali bertindak tegas terhadap pelanggaran keimigrasian. Seorang wanita warga negara Tanzania berinisial ZAM (36) dideportasi ke negaranya pada 25 November 2024 setelah terbukti melanggar Pasal 78 Ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

ZAM bukanlah pelanggar baru. Ia tercatat sebagai residivis di Rudenim Denpasar, setelah sebelumnya pernah dideportasi pada September 2020 atas kasus serupa, yaitu pelanggaran overstay. Setelah masa penangkalan selama tiga tahun berakhir, ZAM kembali masuk ke Indonesia pada 14 Maret 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menggunakan Visa Kunjungan.

Berdasarkan pemeriksaan, izin tinggal kunjungannya berlaku selama dua bulan dan telah habis pada 12 Mei 2024. Namun, ZAM tetap berada di Bali tanpa memperpanjang izin tinggalnya. Dalam keterangannya, ia mengaku sedang menunggu proses pengajuan Visa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) melalui Kedutaan Besar RRT di Kuala Lumpur, Malaysia. ZAM menyatakan rencananya ke RRT adalah untuk membeli barang dagangan dalam jumlah besar sebelum menjualnya kembali di negaranya.

Selama tinggal di Bali, ZAM mengandalkan uang tunai dari tabungannya untuk bertahan hidup. Namun, ia beralasan tidak dapat memperpanjang izin tinggal karena kehilangan semua dokumen dan uangnya akibat kecelakaan sepeda motor bersama pengemudi ojek online tepat 7 hari sebelum izin tinggalnya berakhir. Insiden tersebut, menurut ZAM, menyebabkan tas yang berisi paspor dan dokumen penting lainnya hilang.

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan bahwa status residivis ZAM mencerminkan ketidakpatuhannya terhadap aturan keimigrasian Indonesia. “Ini adalah kedua kalinya ZAM melanggar aturan izin tinggal di Indonesia. Sebagai residivis, deportasi kali ini disertai penangkalan yang lebih tegas untuk memastikan ia tidak dapat dengan mudah kembali ke Indonesia di masa depan,” jelasnya.

Dalam Pasal 78 Ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ditegaskan bahwa warga negara asing yang tidak membayar denda overstay dikenai tindakan administratif berupa deportasi dan penangkalan. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menambahkan bahwa penegakan hukum keimigrasian adalah prioritas utama. “Kami berkomitmen untuk memastikan Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib. Pelanggaran berulang seperti ini tidak akan kami toleransi,” ujarnya.

Dudy menerangkan setelah ZAM didetensi selama 166 hari di Rudenim Denpasar dan jajarannya berupaya ekstra dalam mengupayakan pendeportasiannya, akhirnya ZAM dapat dideportasi ke Negaranya. ZAM telah dideportasi melalui bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 25 November 2024 dengan tujuan akhir Kisauni International Airport, Zanzibar dengan dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar.

“Sesuai dengan ketentuan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama. Namun, dalam beberapa kasus, penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang dinilai membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Keputusan akhir mengenai hal ini akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan keseluruhan kasus secara komprehensif,” tutup Dudy

“Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa kasus ZAM merupakan contoh nyata dari pelanggaran keimigrasian yang tidak dapat ditoleransi. Bali adalah destinasi wisata dunia yang menjunjung tinggi hukum dan ketertiban. Tindakan pelanggaran berulang seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak citra pariwisata Bali,” tegas Pramella. Pihaknya berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa.***

Artikel Lainnya

Terkini