Jakarta – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyambut baik Risalah Umat Islam untuk Indonesia Lestari seraya meminta persatuan umat dalam mengantisipasi perubahan iklim.
Sejumlah kolaborator Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari membacakan dan menyerahkan 7 butir risalah sebagai panduan dalam mencari solusi perubahan iklim kepada Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin di Masjid Istiqlal pada 29 Juli 2022.
Risalah merupakan penggagas dan penyelenggara Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Republika, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istiqlal Global Fund (IGF).
Dijelaskan, isu yang diangkat dalam kongres ini yakni lingkungan hidup dan perubahan iklim, menjadi isu krusial baik di tingkat lokal, nasional maupun global,
“Sehingga semua pihak dituntut berpartisipasi dalam upaya mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut,” ujar KH Ma’ruf Amin dalam sambutan usai menerima risalah dari Gatot Supangkat, perwakilan dari Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Fenomena perubahan iklim seperti terjadinya pemanasan global tidak terlepas dari ulah dari manusia sendiri yang lalai dalam berinteraksi dengan alam lingkungan sekitar.
“Kerusakan lingkungan hampir terjadi dimana-mana dan dampaknya dirasakan mulai dari tingkat lokal bahkan sampai dengan tingkat global,” ujar Wakil Presiden
Dia mengingatkan, kerusakan lingkungan telah menjadi penyebab semakin bertambahnya kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Melansir data BNPB Tahun 2021 menunjukkan sekira 99,5 persen kejadian bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi.
Untuk itu, Wapres berharap, dengan adanya komitmen dan kolaborasi internasional maka upaya mengatasi perubahan iklim dapat berjalan secara lebih baik. Wapres menekankan soal ajaran dalam agama Islam yang melarang manusia melakukan perusakan di atas bumi, seperti dalam Al-Quran Al-A’raf Ayat 56,
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik,” katanya mengingatkan.
Umat Islam juga diperintahkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, umat Islam harus bersatu padu untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim agar hasilnya menjadi lebih efektif.
Para tokoh ulama serta umat Islam diharapkan berperan aktif untuk dapat menyampaikan isu-isu terkait kerusakan lingkungan.
Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari dapat menghasilkan rekomendasi dan aksi tindak lanjut secara konkret dalam menyikapi perubahan iklim, sehingga nantinya menjadi cerminan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.”
Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi sebagai salah satu inisiator mengatakan ada tiga tujuan yang disasar melalui Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari.
Tujuan pertama adalah awareness (kesadaran) masyarakat, khususnya umat Islam untuk bertanggung jawab menata lingkungan dan melestarikan lingkungan karena itu merupakan tanggung jawab bersama.
“Ini adalah tanggung jawab yang harus kita pikul bersama, tidak hanya pihak-pihak tertentu, tetapi secara bersama,” ujar dia dalam sambutan pada acara penyerahan risalah” tuturnya.
Selanjutnya menginternalisasikan ajaran-ajaran Islam yang membahas tentang lingkungan. Ada banyak ayat Alquran dan hadits yang melarang merusak lingkungan dan wajib menjaga lingkungan. Irfan berharap, dengan adanya kesadaran dari internalisasi ajaran agama akan melahirkan kerja bersama.
Tujuan ketiga, yaitu adanya kerja sama. Kita mencoba merangkai supaya elemen umat semuanya bisa bekerja bersama untuk melestarikan lingkungan dan mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan.
“Mudah-mudahan acara ini sesuai yang diharapkan dan sangat berharap adanya masukan, gagasan dan ide dari wakil presiden supaya apa yang kami laksanakan ke depan bisa berjalan dengan baik,” tambahnya.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar menekankan perlunya masjid menjadi tempat menanamkan kesadaran lingkungan hidup pada umat.
Dicontohkan Masjid Istiqlal yang telah diberi penghargaan telah menerima sertifikat Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari lembaga Internasional Finance Corporation melalui Country Manager IFC.
“Ini sangat penting. Tidak mungkin kita bisa menghijaukan lingkungan kalau pikiran dan hati orang tidak hijau. Fungsi masjid itu bagaimana menghijaukan pikiran dan hati, serta lingkungan,” ucap dia.
Risalah yang diserahkan salah satunya menegaskan bahwa perubahan iklim telah terjadi, dan dampaknya telah terasa di seluruh sektor masyarakat. Sehingga diperlukan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam, berakar pada kearifan lokal, dan dilakukan secara sistematis, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.
Bentuk nyata dari perubahan iklim tersebut dapat dilihat dari gagal panen lantaran iklim tak lagi bisa diprediksi sehingga mengganggu pasokan pangan nasional.
Ancaman tenggelamnya Jakarta serta ratusan pulau lain, yang tak hanya persoalan penggunaan air tanah, tetapi juga naiknya permukaan laut. Selain itu, hujan badai dan angin kencang semakin sering dirasakan meski Indonesia tidak berada di lintasan siklon tropis.
Risalah yang dibacakan tersebut merupakan kulminasi dari berbagai riset dan jajak pendapat yang telah dilakukan pada 2021. Serangkaian diskusi kelompok terarah dan Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari juga telah dilaksanakan.
“Risalah ini selain menegaskan pentingnya solusi atas perubahan iklim telah terjadi, kami juga ingin mendorong urgensi peran ulama, pemimpin, dan pemuka agama Islam dalam mencari dan menerapkan solusi tersebut,” ujar Mahesti Hasanah, perwakilan kolaborator Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari yang juga Fasilitator Sidang Kongres yang dilaksanakan sehari sebelumnya.
Adapun, beberapa pokok lain dalam risalah juga menegaskan perlunya kepemimpinan perempuan dan anak muda dalam solusi krisis iklim.
Hal lain yang ditonjolkan dalam risalah adalah penggunaan dana-dana keuangan syariah termasuk dana umat seperti shadaqah, infaq, dan wakaf dalam mencari solusi perubahan iklim.
Juga peran institusi keagamaan, seperti masjid dan pondok pesantren mengembangkan wawasan dan perilaku ramah lingkungan. Institusi tersebut juga dianggap dapat menyediakan ruang-ruang strategis untuk mengembangkan kajian, inisiatif, implementasi, dan inovasi bagi umat Islam agar terlibat aktif dalam aksi perubahan iklim. ***