Sleman—Aktivitas mencurigakan di sejumlah usaha spa dan salon di Kabupaten Sleman akhirnya memicu tindakan tegas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Menanggapi keresahan yang meluas dari masyarakat, Satpol PP Sleman baru-baru ini melancarkan operasi penertiban terhadap tempat-tempat yang kuat diduga telah beralih fungsi menjadi sarang prostitusi terselubung.
Kepala Satpol PP Sleman, Indra Darmawan, mengungkapkan pperasi ini bermula dari aduan warga yang jeli melihat kejanggalan signifikan.
“Awalnya itu dari laporan masyarakat. Misalnya, ada salon tapi tidak ada guntingnya, atau tempat pijat tapi tidak ada perlengkapan pijat. Hanya ada tempat tidur besar,” ujar Indra, memaparkan temuan ganjil yang menguatkan dugaan alih fungsi, pada Selasa (4/11/2025).
Meski tidak berhasil menangkap basah praktik prostitusi—karena tempat-tempat tersebut tidak sedang beroperasi saat didatangi—penertiban ini berhasil mengungkap pelanggaran serius terkait perizinan.
“Saat kami datang, tempatnya tidak sedang beroperasi. Jadi untuk prostitusi, kami belum bisa menjerat karena harus ada bukti tertangkap tangan,” jelas Indra.
Namun, para pemilik usaha yang melanggar perizinan langsung diproses melalui Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Empat orang pemilik usaha—IF (27), YE (35), B (35), dan MNS (28)—telah divonis dengan denda mulai dari Rp300 ribu hingga Rp1 juta subsider kurungan tujuh hari.
Indra Darmawan menyoroti bahwa fenomena maraknya spa yang beralih fungsi ini tidak lepas dari dinamika sosial di Sleman.
Dengan semakin heterogennya masyarakat dan banyaknya pendatang, termasuk wisatawan, terjadi peningkatan ‘demand’ (permintaan) yang memicu munculnya ‘supply’ (penawaran) prostitusi terselubung.
Oleh karena itu, Satpol PP Sleman tak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga gencar mengedepankan pendekatan sosial. Indra menegaskan pentingnya peran aktif masyarakat untuk menjaga lingkungan.
“Kami terus mendorong peran masyarakat supaya ikut menjaga warganya. Kalau ada kegiatan mencurigakan, segera laporkan,” tegasnya.
Indra menambahkan, upaya pemantauan akan terus dilakukan secara intensif.
Tempat-tempat yang sudah ditertibkan sering kali kembali beroperasi di lokasi lain dengan operator yang sama, menandakan praktik ini merupakan ‘bisnis hantu’ yang sulit diberantas tuntas.
“Kadang setelah ditutup di satu tempat, mereka pindah ke jalan lain. Tapi orangnya sama. Jadi kami terus lakukan pemantauan,” tutup Indra.***

