Kabarnusa.com – Trafficking atau perdagangan manusia di dunia cukup menggiurkan bahkan
dalam setahunnya bisa mengeruk keuntungan hingga USD 7 Miliar.
“Menurut data IOM, UN ODC (United Nations Office on Drugs) bisnis ini sangat menguntungkan nomor dua setelah narkoba. Bisa sampai USD7 miliar per tahun,” papar Project Manager International Organization of Migration (IOM) Nurul Qoiriah pada pembukaan Workshop Gereja Katolik Keuskupan Bali dan Nusra di Denpasar, belum lama ini.
sulitnya bisnis ilegal ini dberantas karena terbatasnya anggaran negara, bisnis yang merendahkan martabat manusia ini melibatkan mafia jaringan internasional di negara penempatan tenaga kerja Indonesia.
Tidak hanya masyarakat biasa, kata dia namun juga melibatkan mereka aparat yang berseragam.
“Kalau boleh saya sebutkan sebagai oknum, banyak sekali. Kita perlu keberanian. Fakta dan alat bukti sering kali dihilangkan. Ini jadi persoalan kita,” kata Nurul mengingatkan.
Praktik perdagangan manusia terjadi lantaran tenaga kerja yang disalurkan adalah tenaga kerja yang tidak terlatih dan pendidikannya rendah.
Penempatan tenaga kerja begitu tinggi, sehingga posisi pekerjaan cenderung yang diisi di negara penempatan itu terdiri dari pekerjaan kotor, berbahaya dan tidak layak.
Pada saat sama, belum banyak negara yang mengakui pekerja rumah tangga sebagai buruh.
“Hanya Hongkong satu-satunya di negara Asia Pasifik yang mengakui PRT adalah buruh. Makanya, dilindungi oleh UU Perburuhan. Di negara lain tidak,” papar Nurul.
Dalam kesempatan sama, Uskup Denpasar, Mgr Dr Silvester San menegaskan, Gereja Katolik berusaha dengan segala upaya menghentikan perdagangan manusia, karena praktik itu merendahkan martabat manusia.
Gereja lokal melalui Komisi Keadilan dan Perdamaian (KKP) terus mendorong, daerah yang menjadi kantung-kantung perekrutan tenaga kerja diadvokasi dan diperingatkan bahaya perekrutan tenaga kerja secara ilegal.
“Kita telah melakukan berbagai langkah konkret mencegah hal perdagangan manusia,” sambungnya.
Pertama, gereja melakukan animasi dan sosialisasi di paroki-paroki dan keuskupan orang yang jadi korban perdagangan manusia, Kedua, gereja melakukan pendampingan rohani. Ketiga advokasi korban yang mengalami human traffiking. (gek)