![]() |
ilustrasi/net |
JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengundang para jurnalis untuk mengikuti pelatihan dan beasiswa peliputan dengan tema Menyingkap Kepentingan di Balik Rendahnya Cukai dan Harga Rokok di Indonesia.
Untuk batas pendaftaran pelatihan 9 November 2017 di mana peserta dibatasi 20 jurnalis. Waktu pelatihan: 17-19 November 2017 di Bogor Jawa Barat, masa pendaftaran beasiswa 26 November 2017 dengan total beasiswa Rp 140 juta.
Ifah dari AJI Jakarta dalam rilisnya mengungkapkan, latar belakang pelatihan di mana pemerintah menaikkan cukai rokok di Indonesia rata-rata sekitar 10 persen setiap tahun dibanding tahun sebelumnya. Itu artinya kenaikan cukai hanya Rp 5-55 per batang rokok.
Sementara harga rokok merek terkenal di pasar Rp 600-1000 per batang, harga yang mudah dijangkau oleh uang jajan sekolah anak-anak. Produknya berdampak negatif bagi masyarakat, tapi harganya murah.
Apakah kenaikan cukai sekecil itu akan membuat anak-anak dan orang paling miskin berhenti membeli rokok ketengan? Tentu saja tidak.
Apa sebenarnya kepentingan pemerintah dan industri rokok mendukung kebijakan cukai dan harga rokok rendah? Mengapa industri rokok mencantumkan harga rokok batangan dalam iklan dan promosi mereka?
Siapa yang paling berkepentingan dengan rokok murah? Bagaimana lobi-lobi industri rokok untuk menghambat menaikkan cukai dan harga rokok di negeri ini?
Apakah Anda akan membiarkan anak-anak berusia 10-14 tahun mulai merokok di sekitar sekolah dan kelak mereka menjadi perokok sampai puluhan tahun kemudian?
Selama bertahun-tahun, kebijakan cukai rokok dan harga rokok rendah menunjukkan pemerintah membiarkan industri rokok yang kaya raya itu menyasar anak-anak berusia 10-14 tahun dan orang miskin sebagai konsumen masa depan.
Sifat zat kimia di rokok yang adiktif telah membuat dua kelompok rentan ini sulit melepas dari belenggu kecanduan. Berbagai riset menunjukkan menaikkan cukai dan harga rokok adalah instrumen efektif untuk mengendalikan tembakau.
“Bagaimana seharusnya jurnalis meliput isu kebijakan terkait rokok? Untuk memahami lebih jauh masalah ini, peserta pelatihan akan bertemu dan berdiskusi dengan para ahli pengendalian tembakau dan belajar dari jurnalis senior yang berpengalaman meliput tembakau,” jelas Ifah.
Untuk syarat peserta, jurnalis yang bekerja full time di media cetak, online, radio, televisi, dan multimedia di Indonesia minimal dua tahun. Berkomitmen mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir dan berminat mendalami peliputan pengendalian tembakau. (des)