Yogyakarta – Aksi gerakan Jogja Memanggil Tolak Dinasti Jokowi kembali turun ke jalan melintasi sepanjang Kawasan Malioboro, Selasa 27 Agustus 2024
Dalam aksi Jogja Memanggil itu terdiri dari berbagai elemen mahasiswa dan aktivis antara lain Forum Cik Ditiro, UGM, UII, UMY, UNY, lintas kampus Yogyakarta, serikat buruh, termasuk pekerja rumah tangga, PKL Malioboro dan Jaringan Gusdurian.
Berdasar pantauan Kabarnusa, dari titik kumpul tersebut massa membawa sejumlah poster penolakan yang menyerukan kecaman pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dinilai berusaha membangun dinasti bagi keluarganya , massa berkumpul di halaman Parkir Abu Bakar Ali Kota Yogyakarta. Akses Jalan Malioboro ditutup oleh kepolisian.
Poster dimaksud itu, ada poster berukuran cukup besar dan bergambar separuh wajah Jokowi dan separuhnya lagi wajah presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dalam poster itu tertulis ‘Warning Sama Sama Fasis”
Poster lainnya seperti ‘NKRI : Negara Keluarga Republik Jokowi’ dan ‘Gak Lagi Ulang Tahun Tapi Dikasih Kejutan Jokowi Tiap Hari’.
“Turunkan Jokowi, Tolak Dinasti!” seru massa mahasiswa sepanjang jalan.
Salah satu orator aksi meminta massa agar tidak terprovokasi tindakan anarkis. Orator itu menyebut aksi di Jogja ini tidak akan anarkis.
“Jangan sampai terpancing provokasi, tetap tertib dan damai,” kata orator aksi itu.
Mewakili massa lainnya sekaligus merupakan Ketua DPM Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Rafsan Jzani mengungkapkan, alasan tetap dilakukannya aksi meskipun RUU Pilkada telah dibatalkan.
Alasannya karena massa sudah tidak percaya dengan Pemerintah karena secara terang-ternag mengubah aturan sesuai kepentingan pribadi.
“Sekarang kami tidak percaya apapun kejadian sekarang maupun ada RDP itu hari minggu kemarin, tapi kami disini bagaimana bersama-sama mengawal bahkan pas pendaftaran buat Pilkada kita kawal,” katanya kepada wartawan disela-sela aksi.
Ia melanjutkan, disini kan dilihat perlu adanya pengawalan yang betul-betul, karena sebelumnya kita sudah melihat adanya ketukan palu tanpa pengetahuan dari kita bersama.
“Jadi di luar dari apalah koridor yang ada, jadi kita tugasnya mengawal keberlangsungan hukum dan demokrasi di negeri ini ,” tegasnya lagi.
Rafsan menilai, putusan 60 dan putusan 70 UU MK itu membuat semua rakyat marah. Sehingga, mereka menuntut kepada semua elit-elit politik untuk bisa membuat demokrasi berjalan semestinya.
“Jadi kita minta Jokowi buat demokrasi itu berjalan semestinya bukan demokrasi itu dibuang bukan atau demokrasi Itu dimatikan,” serunya.
Bagaimana demokrasi itu bisa dihidupkan kembali dan bisa dijalankan sesuai aturannya. Bisa dilihat sekarang hukum itu dipijak pijak.
Hukum itu dipropagandakan, maka dari itu mereka hadir disini untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.
Aksi ditingkahi beberapa massa dan satu orang dengan kostum topeng tikus menghampiri Kantor DPRD DIY kemudian mengunci pintu gerbangnya dan gembok-nya dibuang oleh massa.
Massa juga membawa kaos bergambar Jokowi lalu membakarnya. Massa lain langsung menyerukan “Turunkan Jokowi sekarang, kalau enggak revolusi,” massa berseru.
“Revolusi, revolusi, revolusi, revolusi”, ucap massa mengiringi pembakaran kaos Kepala Negara RI Jokowi.
Usai aksi, hari berikutnya akan melakukan aksi teatrikal di depan Istana Presiden di Yogyakarta yang lama.
“Hasil kesepakatan kami, aksi hari ini aksi damai dan besok malam itu pasca magrib kita melaksanakan tekrikal ya panggung ekskresi nanti di depan Istana Presiden Yogyakarta yang lama. Dan hari terakhir kita mengawal KPU di hari penutupan pendaftaran Pilkada,” jelas Rafsan.
Pihaknya menegaskan, aksi tersebut tidak ada embel-embel dari manapun.
“Tidak tidak ada tidak ada, kita tetap mengawal tidak ada embel-embel apapun,” demikian Rafsan. ***