![]() |
Konferensi pers terkait pengaduan para korban investasi sejumlah koperasi di Bali |
DENPASAR – Puluhan nasabah investasi di Bali resah lantaran aset mereka terancam disita setelah dijaminkan oleh pihak koperasi ke BPR. Mereka melaporkan masalahnya ke kepolisian, karena merasa menjadi korban investasi bodong.
Berbagai upaya dilakukan untuk mencarikan solusi atas masalah tersebut sehingga mereka membuat laporan ke polisi namun sampai kini, belum ada perkembangan.
“Saya minta Kapolda Bali, Kapolres dan pihak terkait turun tangan membantu para korban koperasi bodong ini,” ujar Y. Joko Tirtono penasehat hukum para korban dalam jumpa pers, di Denpasar, Selasa (15/1/2019).
Menurut Joko, para korban kini resah sebab pihak bank dalam hal ini BPR, sudah mendatangi korban selaku nasabah untuk menyita aset (tanah dan rumah) mereka.
“Nasabah dituding sejak beberapa bulan terakhir tidak membayar cicilan. Sebelumnya cicilan nasabah dibayarkan langsung oleh koperasi yang menjaminkan aset mereka ke bank,” tegas Joko dari Big Law Frim Bali.
Para korban (nasabah) menuturkan, awalnya didatangi petugas koperasi menjanjikan membantu melunasi utang di bank. Mekanismenya, utang nasabah dilunasi koperasi, lalu aset nasabah dicarikan kredit lagi di BPR dengan nilai lebih besar dari utang awal.
“Saya punya utang Rp60 juta di bank, lalu dicarikan dana di BPR oleh koperasi. Setelah dipotong utang awal Rp60 juta, sisa dana ditahan pihak koperasi sebagai deposito. Dari bunga deposito itulah dipakai untuk mencicil di BPR,” ujar Panca, nasabah asal Tabanan.
Program koperasi yang dikemas dengan nama “Penyelamatan Aset” itu berjalan lancar. Namun dalam beberapa bulan macet. Kini ia harus menanggung utang Rp 294,9 juta di BPR. Dirinya juga tidak bisa mengambil deposito di koperasi. Belakangan diketahui koperasi itu bodong dan sudah tak beroperasi lagi.
Nasabah lainnya, Kompyang mengaku memiliki utang awal di bank Rp100 juta, setelah ikut program penyelamatan aset, kini ia harus menanggung utang di sebuah BPR Rp400 juta. Sekira 52 korban dengan kerugian sekitar Rp15 miliar menyampaikan masalahnya ke kuasa hukum.
“Ada 26 korban sudah tanda tangan dengan kerugian Rp8,2 miliar,” jelas Jack, sapaan pengacara ini. Kika ditotal, seluruh nasabah korban di 12 koperasi yang tersebar di seluruh Bali ini diperkirakan ratusan dengan nilai kerugian sekitar Rp150 miliar.
Banyak masyarakat tergiur dengan deposito di atas Rp1 miliar dengan bunga hingga 5 persen per bulan. Jack berharap penegak hukum dan instansi terkait bisa menyelamatkan aset korban. “Ini murni tindak pidana umum, jadi harus diproses apalagi sudah lapor ke polisi”.
“Jangan ini dianggap kasus biasa. Kami siap bekerja sama untuk kupas tuntas kasus ini. Kami siap berhadapan dengan siapa saja untuk membantu korban,” tegasnya. Pihaknya segera akan melakukan teguran/somasi agar dana korban di koperasi dikembalikan. (rhm)