Bali Masuk Destinasi Wisata yang Tidak Bisa Dikunjungi Tahun 2025, Kenapa?

Meskipun jumlah kunjungan wisatawan meningkat dan berdampak pada peningkatan perekonomian, hal itu juga telah memberikan tekanan yang luar biasa pada infrastruktur Bali.

26 November 2024, 23:44 WIB

DENPASAR- Situs panduan perjalanan, Fodor’s Travel, baru saja merilis daftar destinasi wisata yang sebaiknya dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi tahun 2025 atau Fodor’s No List. Daftar yang dirilis setiap tahun tersebut menyoroti destinasi-destinasi wisata populer yang belakangan pamornya mulai menurun karena kepopulerannya itu sendiri. Menariknya, ada Bali dalam daftar tersebut.

Dilansir dari NZ Herald, Fodor’s menjelaskan bahwa tempat-tempat ini tidaklah buruk. Pesona alamnya, sejarahnya, budaya dan lain sebagainya membuat tempat-tempat ini menjadi sangat populer. Namun, ketika pengalaman pengunjung lebih diutamakan daripada kesejahteraan penduduk setempat, konsekuensi lingkungan sosial, dan politik pun terjadi.

“Menjelajahi kota yang penuh dengan turis itu menyebalkan; bertamasya di kota-kota yang penduduk setempatnya tidak suka dengan kehadiran Anda itu menjengkelkan; dan berkeliaran di alam yang dipenuhi sampah itu menyedihkan,” demikian pernyataan Fodor.

Di dalam daftar tersebut, Bali masuk dalam daftar sebagai destinasi yang sebaiknya tidak dikunjungi di 2025. Namun tidak hanya Bali, beberapa destinasi lainnya juga masuk dalam daftar. Berikut ulasannya!

Bali Masuk Daftar Destinasi yang Sebaiknya Tidak Dikunjungi di 2025

Deretan tempat wisata ini disebut mulai kehilangan pesonanya akibat berbagai faktor, salah satunya akibat terlalu tingginya kunjungan wisatawan ke wilayah tersebut. Di Bali misalnya, menurut catatan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, pulau tersebut mencatat sekitar 5,3 juta pengunjung internasional datang ke Bali pada tahun 2023. Kemudian, pada tujuh bulan pertama tahun 2024, jumlah wisatawan asing meningkat menjadi sekitar 3,5 juta, menandai peningkatan 22% dibandingkan jangka waktu yang sama pada tahun 2023. Lonjakan perjalanan pascapandemi ini tentu membuat Bali disesaki turis.

Meskipun jumlah kunjungan wisatawan meningkat dan berdampak pada peningkatan perekonomian, hal itu juga telah memberikan tekanan yang luar biasa pada infrastruktur Bali. Pantai-pantai yang dulunya bersih seperti Kuta dan Seminyak kini terkubur di bawah tumpukan sampah, dengan sistem pengelolaan sampah lokal berjuang untuk mengatasinya.

Bali Partnership, sebuah koalisi akademisi dan LSM yang bekerja untuk mempelajari dan memecahkan masalah pengelolaan sampah, memperkirakan pulau ini menghasilkan 1,6 juta ton sampah setiap tahunnya, dengan sampah plastik mencapai hampir 303.000 ton. Meskipun volume sampah ini sangat besar, hanya 48% dari semua sampah yang dikelola secara bertanggung jawab, dan hanya 7% sampah plastik yang didaur ulang. Kekurangan ini mengakibatkan 33.000 ton plastik masuk ke sungai, pantai, dan lingkungan laut Bali setiap tahunnya, yang menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem pulau ini.

“Pengelolaan sampah Bali hampir tidak mampu mengimbangi volume sampah, dan itu masih jauh dari kata cukup,” kata Kristin Winkaffe, seorang pakar perjalanan berkelanjutan yang berfokus pada Asia Tenggara. Hal senada juga diungkapkan oleh Gary Bencheghib, salah satu pendiri Sungai Watch, sebuah kelompok lingkungan berbasis masyarakat yang bekerja untuk melindungi sungai-sungai Bali. Ia menyebut situasi ini sebagai “kiamat plastik” dan perjuangan yang berat.

World Wildlife Fund (WWF) telah mengkritik pesatnya perkembangan pariwisata Bali selama beberapa dekade, dengan menerbitkan sebuah laporan pada tahun 2007 yang mengatakan, “Pembangunan pariwisata Bali terjadi dengan cepat dan tanpa perencanaan yang matang atau mematuhi aturan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pariwisata telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan pulau ini.”

Meski demikian, Fodor’s menegaskan bahwa “Fodor’s No List” bukanlah seruan untuk memboikot atau mempengaruhi orang agar tidak berkunjung. Mereka menyebut daftar ini sebagai langkah permulaan untuk menyoroti destinasi yang menjadi ’korban’ akibat tekanan pariwisata. Tekanan yang dimaksud ialah pariwisata berlebihan yang tidak berkontribusi memberikan efek berkelanjutan pada lingkungan dan komunitas lokal. Mereka menegaskan bahwa tekanan-tekanan ini perlu segera ditangani, agar destinasi favorit dunia, khususnya Bali tetap terjaga kelestariannya untuk generasi di masa mendatang.

Berikut Daftar Tempat Wisata yang Sebaiknya Tidak Dikunjungi Tahun 2025 versi Fodor:

  1. Bali, Indonesia
  2. Barcelona, Spanyol
  3. Mallorca, Spanyol
  4. Venesia, Italia
  5. Kepulauan Canary, Spanyol
  6. Lisbon, Portugal
  7. Koh Samui, Thailand
  8. Gunung Everest, Nepal

Destinasi yang diperkirakan bisa masuk daftar:

  1. Agrigento, Sisilia, Italia
  2. Kepulauan Virgin Britania Raya
  3. Kerala, India
  4. Kyoto, Jepang
  5. Tokyo, Jepang
  6. Oaxaca, Meksiko
  7. Coastal North Coast 500 Skotlandia ***

Berita Lainnya

Terkini