![]() |
Gubernur Bali Wayan Koster/ist |
Denpasar – Gubernur Wayan Koster menegaskan penyelenggaraan pariwisata
Bali perlu dikelola dengan baik untuk memastikan kualitas dan
keberlanjutan pariwisata Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah
“Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana
menuju Bali Era Baru.
Hal itulah yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 28 Tahun 2020 tentang tata kelola pariwisata Bali diluncurkan oleh Gubernur Bali Wayan Koster di Puri Agung Ubud Gianyar, Sabtu (8/8/2020).
Menurut Gubernur Wayan Koster yang mendasari, penyelenggaraan pariwisata Bali perlu dikelola dengan baik untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan pariwisata Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Tata kelola pariwisata Bali dilakukan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola yang bertujuan untuk menata pengelolaan penyelenggaraan pariwisata Bali, meningkatkan kinerja tata kelola penyelenggaraan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi tata kelola pariwisata.
Selain itu, memberikan kepastian hukum, keamanan, dan kenyamana n bagi wisatawan terhadap produk pariwisata yang ditawarkan, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaku industri Pariwisata dalam menyelenggarakan tata kelola pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
Tak kalah pentingnya dan menyediakan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan tata kelola pariwisata.
Menurutnya, usaha pariwisata meliputi daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata,jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.,
Kemudian juga, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta, spa dan wisata kesehatan.
Penyelenggaraan usaha pariwisata harus memenuhi legalitas usaha dan standar usaha pariwisata sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Kata Koster, tata kelola usaha pariwisata, pengusaha pariwisata wajib menyediakan barang dan/atau jasa pariwisata yang berkualitas, berdaya saing, natural, dan ramah lingkungan.
Dalam menyediakan barang dan/atau jasa pariwisata, tegasnya, pengusaha pariwisata harus mengutamakan pelayanan kepada wisatawan, persaingan usaha yang sehat, etika bisnis, produk lokal, kearifan lokal, kesejahteraan karyawan, dan kerja sama antarpelaku usaha pariwisata lokal.
Pengusaha pariwisata dalam menyediakan barang dan/atau jasa, ujarnya, harus sesuai dengan jenis usaha yang tercantum dalam perizinan.
Wisatawan yang berkunjung ke Bali merupakan wisatawan yang berkualitas, yaitu menghormati nilai-nilai budaya, tradisi, dan kearifan lokal, ramah lingkungan, waktu tinggal lebih lama, berbelanja lebih banyak, memberdayakan sumber daya lokal,melakukan kunjungan ulang, dan berperilaku tertib dengan selalu menggunakan sarana transportasi usaha jasa perjalanan wisata.
Daya tarik wisata, ujar Gubernur, dapat berupa alam, budaya, spiritual, buatan dan/atau gabungan yang berbasis kearifan lokal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
“Daya tarik wisata harus menjamin kepuasan wisatawan, pelestarian budaya, alam, dan pemberdayaan sumber daya lokal. Daya tarik wisata harus menyediakan produk kerajinan rakyat yang menjadi penciri (ikon) di wilayah destinasi wisata,” imbuhnya.
Produk kerajinan rakyat hanya boleh dijual di destinasi tersebut. Pemberdayaan sumber daya lokal meliputi pengelola, tenaga kerja, komoditas, produk, dan investasi.
Daya tarik wisata dikelola secara profesional, melembaga, dan berbasis digital. Sistem pembayaran satu pintu/tiket tunggal meliputi tiket masuk, parkir, transportasi dalam kawasan, pemandu wisata khusus, busana adat, tempat
penitipan barang, dan toilet.
Kawasan pariwisata paling sedikit meliputi hotel atau jenis akomodasi lainnya, restoran atau rumah makan, dan daya tarik wisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata dilarang menggusur masyarakat adat, menutup akses masyarakat lokal, menguasai area publik, memindahkan sarana umum, dan merusak dan/atau mencemari alam dan lingkungan.
Pengelola kawasan pariwisata dan pengusaha pariwisata di kawasan pariwisata, tegasnya, harus berkomitmen untuk mewujudkan pariwisata yang berbasis budaya, berkualitas, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Pengelola kawasan pariwisata harus menyediakan ruang bagi pelaku UMKM untuk memasarkan dan menjual produk yang dihasilkannya.
Dalam rangka mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan, pengelola kawasan pariwisata bekerja sama dengan pengusaha pariwisata membuat kesepakatan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar hotel, restoran, dan daya tarik wisata.
Jasa transportasi pariwisata berkewajiban secara profesional melayani wisatawan mulai dari kedatangan menuju fasilitas pariwisata sampai dengan meninggalkan Bali.
“Transportasi pariwisata yang digunakan dalam melayani wisatawan wajib memiliki perizinan, laik operasional dan memenuhi standar pelayanan minimum, usia kendaraan maksimal 10 tahun, menggunakan desain khas branding Bali, dan memenuhi standar khusus angkutan dan pengemudi pariwisata Bali,” demikian Koster. (rhm)