Kabarnusa.com- Sejumlah
warga menggugat kebijakan Perbekel Yehembang Kauh Ketut Mustika terkait
bantuan kepada warga miskin yang dinilai tidak adil dan transparan.
Menurut
warga, dalam pengusulan dan pemberian bantuan masyarakat miskin, banyak
tidak tepat sasaran, terutama bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan
bedah rumah.
Warga yang tergolong mampu justru diberikan bantuan
raskin tiap bulan. Sementara beberapa warga miskin justru tidak
mendapatkan raskin sama sekali.
“Padahal warga miskin ini
seharusnya lebih berhak menerima,” protes Made Undir, salah seorang
tokoh masyarakat setempat, Senin (25/7/2016) siang.
Dia
mencontohkan, Ni Ketut Renti (60), warga Banjar Munduk Angrek, Desa
Yehembang Kauh, Mendoyo adalah seorang janda sejak tujuh tahun lalu dan
tinggal sendiri di rumahnya dengan penghasilan tidak menentu.
Renti, hidup serba kekurangan dengan kondisi rumah peninggalan suaminya. Yang sangat sederhana.
Sementara
bagunan dapurnya telah roboh dan tidak bisa memperbaikinya lantaran
tidak punya biaya, justru tidak pernah mendapat bantuan raskin maupun
bedah rumah.
Sementara I Ketut Nirya, menurut Undir yang
kehidupannya mapan dan memiliki rumah besar dan bagus serta memiliki
kebun cengkeh seluas 50 are justru mendapatkan bantuan raskin
perbulannya.
“Masih banyak warga yang sangat mampu lainnya justru
mendapatkan raskin dan bedah rumah. Ini yang harus dibenahi. Kami tidak
memprotes warga kami mendapat bantuan, tapi hendaknya bantuan itu
diberikan kepada warga yang benar-benar membutuhkan,” ujarnya dibenarkan
warga lainnya.
Kemudian warga lainnya yang baru dua tahun pindah
tinggal dari banjar Sekar Kejule ke Banjar Munduk Angrek juga
mendapatkan bantuan bedah rumah dari kabupaten.
Padahal warga tersebut sudah memiliki rumah permanen berukuran 9X7 meter di Banjar Sekar Kejule.
“Dia
ini baru dua tahun pindah dari banjar Sekar Kejule dan tinggal di
Banjar Munduk Angrek. Di tempat tinggalnya yang baru orang ini buat
gubuk dan oleh pemerintah desa diusulkan mendapat bedah rumah dan
disetujui. Sementara rumahnya di banjar asal dikosongkan. Ini kan aneh,
kenapa bisa lolos,” imbuhnya.
Sementara itu Putu Wirahadi
saat ditemui di rumahnya yang permanen dan cukup besar sedang tidak
berada di rumah, hanya ada istrinya. Namun istrinya membenarkan telah
mendapatkan bantuan penyervisan rumah senilai Rp 7,5 juta tahun 2015.
“Waktu
itu rumah pertama kami merupakan rumah kayu kondisinya rusak. Karena
dapat bantuan servis rumah, dananya kami gunakan untuk menyervis rumah
yang baru, perbaiki kosen jendela dan pintu serta plester lantai,”
akunya.
Sedangkan warga yang baru 2 tahun menetap di Banjar Munduk Angrek juga membenarkan telah mendapatkan bantuan bedah rumah.
Dia membenarkan sebelum mendapat bedah rumah telah memiliki rumah permanen ukuran 9X7 meter di banjar Sekar Kejule.
Perbekel Yehembang Kauh Ketut Mustika mengatakan, pihaknya bekerja telah sesuai aturan.
Warganya yang mendapat bantuan raskrin dan bedah rumah memang tercatat sebagai KK miskin.
“Sedangkan
Ibu Renti itu tidak tercatat sebagai KK miskin, jelas kami tidak berani
memberikan bantuan apa-apa karena kami takut melanggar aturan,”
terangnya, Senin (25/7/2016) sore.
Mengenai warganya yang
mendapat bantuan servis rumah senilai Rp 7,5 juta itu yang diajukan
adalah rumah pertama terbuat dari kayu dan rusak parah.
Namun
karena tidak bisa ditempati kemudian di bongkar dan yang diservis adalah
rumah yang baru dibagun dan pembangunannya belum rampung.
“Sedangkan
Ketut Nirya memang menerima raskin, meskipun orang itu sudah mampu.
Tapi karena namanya tercatat dalam data lama sebagai penerima raskin,
kami tidak berani mengalihkan ke warga lainnya, takut menyalahi aturan,”
tegasnya.
Saat ini juga desanya mendapatkan bantuan bedah rumah sebanyak 4 unit dari Pemkab Jembrana dan CSR.
Tapi
dia mengaku binggung mau kasi siapa. Jika diberikan kepada ibuk Renti
dirinya takut disalahkan karena warganya itu tidak terdaftar sebagai KK
miskin.(dar)