
Denpasar – Gubernur Bali Wayan Koster menerima kunjungan kerja
 rombongan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Hukum, Advokasi dan
 Pengawasan Regulasi, di ruang rapat Gedung Gajah Jayasabha Denpasar, Kamis
 (10/12/2020).
Di hadapan para peserta kunker, Gubernur Koster menyampaikan kekhawatirannya
 terhadap perkembangan situasi dan kondisi yang belakangan ini kurang kondusif,
 terutama yang menyangkut masalah persatuan bangsa dan kesatuan bangsa.
“Kita sudah merdeka sejak tahun 1945, tapi masalah ideologi ini gak
 tuntas-tuntas, masih saja sering terdengar dan terkadang mengkhawatirkan,”
 ujarnya.
Kemajuan suatu bangsa dan kecepatan dalam membangun diukur dari ideologi
 kebangsaannya, kalau belum tuntas, maka akan terhambat. “Kalau kita melihat
 negara – negara maju, saya kira masalah ideologinya sudah selesai,”
 sambungnya.
Ia menambahkan, untuk itulah dengan terbentuknya BPIP bersama lembaga-lembaga
 lainnya seperti DPR, diharapkan mampu memberikan pembinaan dan menggawangi
 ideologi Pancasila.
“Secara spesifik kan dengan adanya badan ini akan menjadi lebih fokus, lebih
 kuat, lebih terarah, lebih tersistematis dalam memperkuat ideologi kebangsaan
 masyarakat yang diawali dari instansi pemerintahan sebagai penerbit
 produk-produk kebijakan yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila,
 sehingga sangat memahami alur satu regulasi,” tuturnya.
Gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali itu menyatakan,
 lembaga yang ada saat ini seperti DPR dan Kemendagri, tentu akan terbantu
 dengan kehadiran BPIP.
Terutama dalam mengkaji peraturan daerah yang diterbitkan provinsi,
 kabupaten/kota se-Indonesia.
Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Ani Purwanti
 menjelaskan, BPIP mempromosikan nilai-nilai Pancasila kepada pemerintah daerah
 hingga akademisi untuk mencegah lahirnya regulasi yang diskriminatif.
“Kami mendapatkan banyak Perda yang untuk dilihat lagi sinkronisasinya dengan
 Pancasila, dan kami mengapresiasi terkait pembuatan Peraturan Daerah di Bali
 termasuk kemitraan yang dijalin dengan stakeholder sangat baik, sehingga tidak
 terdapat satu Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah yakni peraturan
 gubernur, bupati/wali kota yang diskriminatif,” tutupnya. (riz)
 
 
 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 