Kabarnusa.com – Guna menghentikan kerugian negara di sektor kehutanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KP) menggelar paparan tentang Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Penatausahaan Kayu
Kegiatan digelar pada Jumat (9/10/2015) di Gedung KPK, Jakarta. Turut hadir , Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain KPK memandang pentingnya kajian ini dilakukan untuk menghentikan kerugian negara di sektor kehutanan. Juga, memeriksa sistem yang memungkinkan terjadinya kerugian, dan mengkoordinasikan upaya untuk memperbaiki sistem tersebut serta meningkatkan pemungutan penerimaan.
Sebab, kajian ini menemukan bahwa produksi yang tercatat ternyata jauh lebih rendah daripada volume kayu yang dipanen dari hutan alam di Indonesia.
“Hasil kajian menunjukkan bahwa total produksi kayu yang sebenarnya selama tahun 2003-2014 mencapai 630,1 sampai 772,8 juta meter kubik,” sebut dia dalam keterangan tertulisnya diterima Kabarnusa.com
Angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa statistik dari KLHK hanya mencatat 19–23% dari total produksi kayu selama periode kajian, sedangkan 77–81% tidak tercatat.
Zulkarnain mengingatkan, bahwa biaya pemeliharaan hutan sangat besar. Kalau PNBP tidak dikelola dengan baik maka tidak akan membawa perbaikan kesejahteraan bagi rakyat.
“Dengan ada kajian ini, bersama dengan instansi terkait, kita bisa melakukan perbaikan, sehingga sistem akan lebih baik dan akuntabel. Potensi kehilangan keuangan negara bisa kita minimalisasi,” katanya.
Selama 2003-2014, Pemerintah memungut PNBP dengan selisih sebesar Rp 31 triliun dari Dana Reboisasi (DR) dan komponen hutan alam dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
Namun, Pemerintah seharusnya memungut penerimaan agregat sebesar Rp 93,9- 118
triliun dari DR and PSDH selama tahun 2003-2014.
Selain itu, hasil kajian juga menemukan sejumlah kelemahan dalam sistem administrasi PNBP Kehutanan, antara lain data dan informasi; pengendalian internal tidak memadai untuk memastikan akuntabilitas tata usaha kayu dan pemungutan PNBP.
Juga mekanisme akuntabilitas eksternal tidak memadai untuk mencegah kerugian negara; terbatasnya efektivitas penegakan hukum kehutanan.
Selain itu, tarif royalti di sektor kehutanan telah ditetapkan pada tingkat yang memfasilitasi pengambilan rente ekonomi yang sangat terbatas oleh pemerintah dan memberikan insentif implisit bagi pengelolaan hutan yang tidak lestari. (ari)