Demokratisasi di Bali Duduki Ranking 13

21 April 2014, 20:22 WIB
ilustrasi

KabarNusa.com, Denpasar – Berdasar Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang menyoroti perilaku demokrasi masyarakatnya Bali menempati ranking ke13 se-Indonesia.

Dalam diskusi bertajuk “Menggali Nilai-nilai Demokrasi di Bali dan Pelembagaan Saluran Partisipasi Masyarakat”, masalah kehidupan demokrasi di Pulau Dewata menjadi sorotan.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Provinsi Bali I Gede Putu Jaya mengungkapkan keberatannya, dengan penempatan Bali di posisi 13 dalam ranking IDI. 

Ia menilai, Indeks tersebut dibuat dengan menggunakan ukuran dari luar sehingga tidak mencerminkan dinamika politik lokal. Juga, tidak sejalan dengan berbagai upaya demokratisasi yang dilakukan dengan memanfaatkan budaya lokal.

“Kami tidak setuju kalau makin sering ada demo dianggap makin demokratis,” tukas Jaya di Denpasar, Senin, (21/4/2014).

Masyarakat Bali, sambung dia, sebenarnya sejak lama dalam pengambilan keputusan telah mempraktekkan demokratisasi mulai tingkat banjar hingga komunitas lebih tinggi.

Dia juga mencontohkan, Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang diklaim sebagai gubernur satu-satunya yang secara rutin menampung atau menyerap aspirasi rakyat dengan membuka mesimakrama atau semacam open house setiap bulannya yang dihadiri berbagai lapisan masyarakat.

“Jika ukurannya orang menyampaikan aspirasi dengan demo, kalau terus-terusan demo di Bali banyak wisatawan asing yang lari,” selorohnya.

Diketahui, IDI merupakan indeks yang disusun sejak empat tahun lalu oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan bekerja sama dengan beberapa lembaga terkait dan badan PBB untuk program pembangunan (UNDP). 

Ada beberapa hal utama dalam penilaian seperti dari sisi kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga-lembaga demokrasi, dengan memakai 11 indikator dan 28 variabel.

Dalam pandangan pejabat ementerian Dalam Negeri Bachtiar, harus hati-hati dalam menerapkan ukuran demokratisasi yang dipakai barat, untuk Indonesia.

“Isu demokrasi itu bisa menjadi alat untuk menguasai suatu negara,” katanya mengingatkan.

Padahal, Indonesia memiliki banyak potensi demokrasi lokal yang bisa dipakai dalam mengelola konflik atau menyelesaikan problem kebangasaan. (gek)

Berita Lainnya

Terkini