![]() |
Seniman Wayan Sunarta |
Kabarnusa.com – Karya
sastra para penulis lintas genre di Tanah Air akan ditampilkan dan
dibedah dalam sebuah dialog budaya sekaligus peluncuran buku yang turut
menyemarakkan Ubud Writers Festival 2015.
Dialog
Sastra menghadirkan pembacaan karya para penulis dari berbagai kota di
tanah air ini digelar Jumat di Bentara Budaya Bali di Ketewel, Gianyar.
(30/10/2015).
Dialog Sastra dan Pembacaan Karya ini
merupakan kerjasama Bentara Budaya Bali dengan Ubud Writers &
Readers Festival (UWRF) tahun 2015.
Acara bertajuk “Dengerous In Words”, menghadirkan sastrawan lintas genre dari berbagai kota di Tanah Air.
Beberapa
penulis antara lain Norman Erikson Pasaribu (cerpenis), Andina Dwifatma
(novelis), Gunawan Tri Atmodjo (penyair dan cerpenis), Jumardi Putra
(penyair), Leopold Surya Indrawan (cerpenis).
Mereka akan membacakan karya-karya terkininya, sekaligus membincangkan pengalaman dan pemahaman menyangkut sebuah topik.
Penata
program Bentara Budaya Bali Juwitta Katriana menjelaskan, kata memiliki
dua sisi; berlimpah hikmah, namun juga sebaliknya, bisa mengandung
limbah.
Kata-kata diyakini memiliki kekuatan di dalam
komunikasi, mengantarkan berbagai pengertian dan memperkaya kemungkinan
yang mencerahkan.
“Akan tetapi bila digunakan dengan
maksud-maksud yang salah dan tujuan-tujuan yang negatif, serangkaian
kata pun bisa menimbulkan hasutan, agitasi, serta kekerasan, “
ungkapnya.
Tentu menarik mendengar pemaparan para
penulis perihal bagaimana mereka mengolah dan menghadirkan kata yang
sarat makna, dalam setiap karya-karyanya.
Gustra Adnyana, Program Coordinator Ubud Writers Festival 2015, festival tahun ini bertema “17.000 Pulau Karya Imajinasi”,
Lebih
dari 200 program dan 165 penulis nasional serta internasional,
dihadirkan sepanjang tanggal 28 Oktober hingga 1 November 2015.
Pada
, Sabtu (31/10), pukul 18.30 WITA, akan diluncurkan pula tiga novel
terbitan tahun 2015, yakni “Keluarga Lara” dan “Jejak – Jejak Mimpi”
(karya Frans Nadjira) serta “Magening” (buah cipta Wayan Sunarta),
bekerjasama dengan Penerbit Kaki Langit Kencana.
Menurut
sastrawan Wayan Sunarta, ketiga novel ini memiliki latar peristiwa yang
berbeda dengan konflik tokoh-tokoh, jalinan cerita yang mencerminkan
proses cipta yang panjang.
Novel Frans Nadjira
menguraikan latar konflik di Sulawesi Selatan semasa perlawanan Kahar
Muzakkar. Sedangkan Wayan Sunarta mengkritisi situasi sosial kultural di
Karangasem, wilayah paling timur pulau Dewata.
Novel-novel
terbitan Kaki Langit Kencana ini akan ditelaah oleh I Made Sujaya,
seorang kritikus dan dosen sastra, serta dialihkreasikan menjadi
sebentuk pembacaan karya oleh Muda Wijaya dan pertunjukan teater oleh
Teater Rubik’z SMAK Harapan, Denpasar.
Selain itu,
acara juga akan menampilkan musikalisasi puisi oleh Kelompok Sekali
Pentas dan pemutaran video dokumenter menyangkut sosok kedua sastrawan
ini, garapan Dadi Reza Pujiadi. (gek)