Doa dan Air Mata di UGM: Kisah Pilu Ibu Argo Menggugah Nurani

Doa dan air mata pecah di UGM untuk Argo Ericko Achfandi, seorang mahasiswa yang jiwanya direnggut tiba-tiba oleh sebuah mobil.

27 Mei 2025, 11:58 WIB

Yogyakarta – Di tengah temaram malam, ratusan mahasiswa berkumpul di halaman Fakultas Hukum UGM, memeluk duka dan menyatukan suara dalam doa. Bukan untuk diri mereka, melainkan untuk Argo Ericko Achfandi, seorang mahasiswa yang jiwanya direnggut tiba-tiba oleh sebuah mobil

Isak tangis pecah, berbaur dengan lantunan doa dan harapan akan keadilan. Pakaian serba hitam yang mereka kenakan seolah menjadi simbol dari kehilangan yang mendalam.

Jauh di sana, melalui layar zoom, sesosok ibu mencoba tegar. Meillinia, ibunda Argo, tak kuasa menahan air mata melihat begitu banyak hati yang peduli pada putranya.

“Saya tidak bisa berkata-kata lagi,” bisiknya lirih, “tapi terima kasih kepada UGM terutama Fakultas Hukum, terima kasih banyak akan semua dukungan dan apapun yang kalian berikan kepada anak saya.”

Ucapan itu terucap di sela-sela isak tangis yang menyesakkan.
Meili, seorang ibu tunggal yang membesarkan Argo dan adiknya setelah suaminya berpulang saat Argo baru berusia tujuh tahun, mengenang putranya dengan bangga.

Argo adalah anak yang santun, pendiam, irit bicara, cuek, pintar, dan bersemangat terlibat dalam berbagai organisasi kemahasiswaan,” kenangnya, mencoba menahan emosi. Ia tak menyangka, putranya yang pendiam itu ternyata memiliki dampak sebesar ini bagi orang-orang di sekitarnya.

“Banyak sekali hal-hal yang tidak saya tahu. Ternyata sebegitunya effort anak saya, sebegitu semangat sekali dalam mencapai cita-citanya.”

Di penghujung doanya, Meili menyuarakan satu harapannya yang paling mendalam: keadilan. “Saya ridho atas kepergian anak saya tapi keadilan harus dijalankan,” pintanya.

“Tolong bantu saya dan doakan anak saya. Doakan agar kasus ini dimudahkan dan dilancarkan yang terbaik.” Ia mendesak kepolisian untuk bertindak adil, namun pada akhirnya, semua ia serahkan pada Yang Maha Kuasa.

Apapun hasilnya tetap perlu berikhtiar kalau keadilan harus dijalankan. Tunggu saya, saya harus perjuangkan, keadilan harus ditegakkan.”

Senada dengan Meili, Aji, salah seorang sahabat dekat Argo, juga merasakan getirnya ketidakadilan. Dengan suara bergetar, ia menyerukan kepada teman-temannya untuk tidak tinggal diam.

“Apakah teman-teman tidak menyayangkan, satu nyawa hilang begitu saja di malam hari?” tanyanya. Ia menegaskan, Argo bukan sekadar nama, melainkan manusia. “Argo bukanlah objek yang bisa dibayar nyawanya dengan uang 1 Miliar atau uang berapa pun itu.”

Aji juga membacakan pesan dari tiga teman dekat Argo, menggambarkan almarhum sebagai sosok yang mengayomi, ramah, dan tidak pernah merepotkan.

“Bagi saya, Argo bukan sekadar headline berita, berita yang sedang dibincangkan. Justru Argo adalah teman, Argo adalah anak dari seorang ibu, Argo adalah seorang murid dari seorang guru, Argo adalah manusia, sama seperti kita semua,” ucap Aji, dengan mata berkaca-kaca.Kematian Argo telah memicu gelombang dukungan di media sosial.

Tagar #JusticeForArgo ramai diperbincangkan, menyerukan keadilan dan mempertanyakan transparansi penanganan kasus oleh kepolisian.

Namun, pihak Polresta Sleman membantah tuduhan dan klaim yang beredar. Hingga kini, pelaku penabrakan belum ditahan, dan proses penyelidikan masih terus berjalan, meninggalkan luka yang mendalam dan pertanyaan besar di hati mereka yang mencintai Argo. ***

Berita Lainnya

Terkini