Bau Menyengat Ungkap Mafia Gas Subsidi di Kulon Progo: Ratusan Tabung Ilegal Diamankan!

Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Haris Munandar Hasyim memaparkan modus operandi para tersangka. Mereka secara ilegal memindahkan isi tabung LPG 3 Kg yang merupakan produk bersubsidi ke dalam tabung LPG non-subsidi berukuran 5,5 Kg dan 12 Kg. /dok.pertamina

23 April 2025, 23:16 WIB

Yogyakarta – Tindak pidana penyalahgunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi berhasil diungkap oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di wilayah Kabupaten Kulon Progo.

Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai bau gas menyengat di sekitar tempat kejadian. Menindaklanjuti laporan tersebut, aparat kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan intensif.

Hasilnya, tiga orang pria yang berinisial JS (46), PS (48), dan EA (39), yang merupakan warga Nanggulan, Kulon Progo, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain penetapan tersangka, polisi juga berhasil mengamankan barang bukti berupa hampir 266 tabung gas LPG berbagai ukuran.

Menurut Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Haris Munandar Hasyim, praktik ilegal ini terendus berkat kejelian warga yang melaporkan bau gas yang tidak biasa. “Jadi memang kasus penyelewengan gas ini kita dapat laporan dari masyarakat di daerah tersebut sering cium bau gas.

“Lalu kita telusuri, kita monitor. Karena memang ini beroperasi di rumahnya pelaku (JS) di garasi rumahnya, apalagi tempatnya terbuka dan pinggir jalan ya, jadi masih tercium baunya,” jelas AKBP Haris Munandar dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu, 23 April 2025.

Lebih lanjut, AKBP Haris memaparkan modus operandi yang digunakan oleh para tersangka. Mereka secara ilegal memindahkan isi tabung LPG 3 Kg yang merupakan produk bersubsidi ke dalam tabung LPG non-subsidi berukuran 5,5 Kg dan 12 Kg.

Aksi pemindahan ini dilakukan dengan dua metode, yaitu menggunakan pemanas air dan memanfaatkan tekanan udara dari kompresor.

“Mereka lakukan itu bukan dikurangi malah boleh dibilang dilebihkan sedikit. Satu tabung 12 kilo itu mereka berikan 4 tabung lebih sedikit dari yang 3 kilo. Makanya setelah mereka nyuntik ditimbang dan ketika isinya lebih baru disegel. Sementara kalau isinya masih kurang diisi lagi baru disegel,” urainya.

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa para pelaku telah menjalankan bisnis ilegal ini sejak Januari 2024, beroperasi di lima pangkalan yang berlokasi di sekitar wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil interogasi dan penyelidikan kami di lapangan, kenapa pelaku ini bisa beroperasi dengan lima pangkalan? Pelaku ini memiliki empat pangkalan, namun itu semua atas nama keluarganya yang bersangkutan mulai dari adik, istri, dan orang tua.

“Tapi pengelolaannya yaitu dari tersangka JS ini. Nah untuk yang satunya ini, ketika ada barang lebih, baru diambil oleh pelaku,” ungkap AKBP Haris.

Untuk mengelabui petugas dan masyarakat, para tersangka menjual kembali tabung LPG 3 Kg yang telah dipindahkan isinya dengan harga sesuai pasaran. Hal ini membuat praktik mereka sulit terdeteksi pada awalnya.

“Untuk harganya yang diambil seperti harga masyarakat. Apalagi yang empat ini memang pangkalan dalam penguasaan si tersangka. Mereka beroperasi secara profesional. Makanya hampir satu tahun 4 bulan ya mereka masih beroperasi. Biasanya kan masyarakat kalau isinya kurang pasti laporan. Nah ini enggak ada yang kurang,” kata AKBP Haris.

Dari aktivitas ilegal ini, para tersangka meraup keuntungan yang cukup signifikan. Estimasi keuntungan kotor dari penjualan satu tabung LPG 5,5 Kg mencapai kurang lebih Rp30.000, sementara untuk tabung 12 Kg, keuntungan kotornya sekitar Rp70.000.

“Jadi dari hasil pemeriksaan kami dan kita cek di lapangan yang bersangkutan untuk keuntungannya sekitar Rp 20 juta per bulan. Dua orang yang pembantu ini kan dikasih honor juga mas,” bebernya.

Selain menyita ratusan tabung gas sebagai barang bukti, pihak kepolisian juga mengamankan berbagai peralatan yang digunakan para tersangka dalam menjalankan aksinya. Barang bukti tersebut meliputi dua unit pemanas air, satu unit kompresor, selang regulator, sejumlah tabung pendukung, timbangan, troli, segel, karet sil, obeng, dan satu unit mobil pickup.

Atas perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020 dan UU Nomor 6 Tahun 2023), Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Mereka terancam hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar,” pungkas AKBP Haris. ***

Berita Lainnya

Terkini