Dengan melakukan cap hoax kepada karya jurnalistik sama saja mengajak masyarakat untuk tidak percaya kepada pers yang dilindungi UU Pers dan sangat berbahaya jika sumber informasi masyarakat hanya disandarkan kepada informasi-informasi yang tidak melalui uji informasi seperti Kode Etik Jurnalistik.
“Hal ini juga diperparah karena pelakunya adalah institusi pemerintahan baik itu penegak hukum maupun lembaga negara lainnya,” tukasnya.
Pada bagian lain, LBH Pers juga menyoroti kekerasan fisik terhadap jurnalis masih terus terjadi. Hal ini dikarenakan tidak adanya penyelesaian dan proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
LBH Pers Minta Kapolri Usut Aksi Intimidasi Massa Terhadap Radar Bogor
Banyak faktor proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak ditindak secara tegas. Pertama, Jurnalisnya enggan untuk berbicara serta melaporkan kepada pihak penegak hukum.
Keengganan jurnalis melakukan pelaporan salah satunya karena rendahnya kepercayaan jurnalis kepada penegak hukum untuk bisa menyelesaikan kasusnya.
Kedua, Perusahaan pers tempat dimana jurnalis bekerja tidak secara proaktif mendorong penyelesaian kasus kekerasan kepada penegak hukum. Dan Ketiga, Lambatnya proses hukum yang dilakukan oleh pihak penegak hukum.
AMSI, AJI dan IJTI Siap Berikan Pertimbangan Pengujian Undang-undang Pers di MK