Denpasar –Festival Air Bali menjadi ruang kolaborasi multi-perspektif untuk mencari solusi terhadap krisis air dan masalah lingkungan lain di Bali.
Festival dilatarbelakangi dalam merespon krisis air dan berbagai persoalan lingkungan yang kian mengkhawatirkan Bali sebagai salah satu pulau kecil, kolaborasi beberapa NGO dan komunitas akan kembali menghadirkan inisiatif “Apa Kabar Kita”.
Media and Communication Officer Yayasan IDEP Selaras Alam Nicolaus Sulistyo menjelaskan,
Tahun 2024 ini, inisiatif ini hadir dengan judul “Apa Kabar Kita (2): Festival Air Bali”.
Tema krisis air dan lingkungan menjadi tema fokus dalam seluruh rangkaian acara yang akan digelar di Taman Inspirasi Muntig Siokan, Desa Adat Intaran, Sanur Kauh, Denpasar Selatan digelar pada Selasa, 30 Juli 2024,
“Acara didesain sebagai sebuah festival ini diharapkan untuk menjadi ruang kolaborasi multi-perspektif untuk mencari solusi terhadap krisis air dan masalah lingkungan lain di Bali,” ujar Nicolaus Sulistyo dikutip dari keterangan tertulisnya Senin 22 Juli 2024.
Salah satu hasil konkret yang diharapkan dapat lahir dari kolaborasi tersebut adalah rancangan awal Peta Jalan Air Bali.
Sebagai salah satu destinasi wisata paling dikenal di dunia, Bali menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber daya air. Kondisi ini membuat Bali yang dijuluki surga yang kini sedang terancam.
Dia mengingatkan, pertumbuhan pariwisata yang pesat, urbanisasi, dan krisis iklim telah memberikan tekanan besar pada sumber daya air yang tersedia. Lonjakan permintaan air baik untuk kebutuhan domestik maupun komersial semakin memperparah krisis ini.
Kendati pembangunan Bali yang berlangsung begitu pesat dan masif hari ini memberikan dampak positif bagi perekonomian, namun pada saat bersamaan itu juga memicu rupa-rupa masalah, termasuk kelangkaan dan penurunan kualitas air bersih.
Lanjut dia, dalam kerumitan itu, skema tata kelola air Bali yang berkelanjutan dan partisipatif belum hadir untuk jadi jalan keluar.
Walhi Bali dalam laporannya, menunjukkan penggunaan air di Bali telah melebihi kapasitas siklus hidrologi, sementara intrusi air laut telah terjadi di beberapa daerah wisata utama seperti Sanur dan Kuta.
Di daerah Kerobokan dan Uma Alas, terdapat lebih dari 1.000 villa yang semuanya memiliki kolam renang, mengindikasikan adanya lebih dari 1.000 sumur bor.
Di Denpasar, terdapat 1.088 sumur bor berizin dengan volume pengambilan air tanah sekitar 4.183.452 m3 pada November 2010.
Jika ditambahkan dengan pengambilan air oleh PDAM Denpasar, maka total eksplorasi air tanah mencapai sekitar 59.602.326 m3 per tahun.
Penurunan muka air tanah di Cekungan Air Tanah Denpasar-Tabanan tercatat sebesar 1,4 – 29,2 meter dalam kurun waktu 1985 – 2004.
Kondisi ini diperparah distribusi air yang tidak merata dan kecenderungan privatisasi air yang menciptakan ketidakadilan dalam akses air bersih antara masyarakat lokal dan industri pariwisata.
Akibatnya, terjadi konflik antara kepentingan bisnis dan kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih.
Mei lalu, Bali menjadi tuan rumah kegiatan World Water Forum (WWF) yang dihadiri oleh 9.477 delegasi dari 104 negara. Forum ini membahas masalah krisis air yang juga mulai dialami oleh dunia.
Namun, temuan dari riset yang dilakukan Ni Gusti Putu Dinda Mahadewi, Ni Luh Fenny Sulistya Murty, dan Ufiya Amirah mengungkapkan ketidakadilan yang terjadi terkait pasokan air selama forum internasional ini berlangsung.
Riset tersebut menunjukkan bahwa daerah Nusa Dua, lokasi di mana forum tersebut dilaksanakan, tidak mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih.
Kondisi ini sangat kontras dengan daerah Kuta Selatan yang berada tidak jauh dari Nusa Dua. Masyarakat di Kuta Selatan menghadapi masalah serius terkait kelangkaan air bersih selama periode yang sama.
Hingga hari ini, pascaforum tersebut, belum ada langkah konkret yang diambil dalam menghadapi krisis air, terutama di Bali.
Sejak 2012, Yayasan IDEP Selaras Alam (IDEP) melalui program Bali Water Protection (BWP) berupaya mencegah krisis air di Bali.
Program ini fokus pada adaptasi dan mitigasi di sembilan kabupaten/kota dengan langkah konkret seperti membangun 62 sumur imbuhan untuk memanen air hujan dan mencegah intrusi air laut.
Selain itu, BWP melakukan kampanye dan edukasi konservasi air di lebih dari 300 sekolah, menanam 15.000 pohon, serta mengadakan pelatihan dan lokakarya.
Program ini juga mendorong perbaikan kebijakan tata kelola air melalui riset dan advokasi dalam skema pentahelix.
Selain IDEP, ada banyak pihak yang dengan kapasitas dan aksinya juga berupaya untuk menyelesaikan masalah ini, mulai dari pemerintah hingga kelompok masyarakat.
Namun demikian, mengingat isu air ini sangat kompleks dan saling mempengaruhi isu lain yang langsung berhubungan dengan penghidupan masyarakat seperti mata pencaharian, pangan, kesehatan, energi, lingkungan, dan dampak krisis iklim yang menghadirkan ketidakadilan iklim, maka butuh upaya terkoordinasi dan partisipatif yang lebih besar dari semua pihak terkait untuk mulai merumuskan Peta Jalan Air Bali.
Peta jalan ini dimaksudkan untuk menjadi langkah konkret seluruh pihak untuk menghasilkan solusi bersama terhadap masalah bersama.
Dikemas sebagai sebuah festival dengan semangat urun data, urun daya, urun karya, dan urun dana, acara ini akan hadir dalam berbagai bentuk sejak pagi hingga malam.
Seluruh rangkaian tersebut terbuka untuk publik. Ada Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) terkait isu air di Bali untuk menghasilkan rancangan awal Peta Jalan Air Bali.
Dengan semangat kolaborasi, FGD ini akan melibatkan pemerintah, akademisi dan peneliti, kelompok masyarakat, perwakilan bisnis, NGO dan komunitas, kelompok asosiasi dan praktisi, forum-forum koordinasi, budayawan, perwakilan kelompok disabilitas, perwakilan kelompok perempuan, dan kelompok orang muda.
Akan ada juga beberapa seri coffee talks berjudul “Apa Kabar Bali?” yang akan mempercakapkan berbagai isu publik, terutama yang berkaitan dengan soal air dan lingkungan.
Selain itu, akan ada juga lokakarya, pojok edukasi anak, pasar rakyat, pameran karya, pojok curhat warga, dan podcast sunset yang akan mendiskusikan beberapa media kampanye yang dihasilkan orang muda tentang konservasi air Bali.
Tidak hanya itu, akan ada juga panggung hiburan rakyat di siang dan malam hari.
Beberapa seniman yang akan hadir di panggung hiburan rakyat tersebut adalah Tony Q Rastafara, Joni Agung and Double T, Nanoe Biru, Berry Fun, Made Mawut, Gus Molo, Casadaga, The Kelors, dan beberapa yang sedang dalam konfirmasi.
Sebelum acara puncak pada 30 Juli, akan ada juga kegiatan konservasi wilayah pesisir dan laut melalui penanaman 100 bibit terumbu karang dalam kerjasama dengan Komunitas Sungai Bahari.
Kegiatan ini akan digelar pada 25 Juli. Kegiatan ini juga terbuka untuk publik yang berminat.
Inisiatif “Apa Kabar Kita” hadir pertama kali tahun 2022 bertepatan dengan pertemuan G20 untuk menciptakan ruang publik yang inklusif dan aman bagi warga untuk berkomunikasi dan menyuarakan pikiran mereka.
Tujuannya adalah memfasilitasi dialog setara antara masyarakat dan pengambil keputusan. Saat itu, ada delapan organisasi masyarakat sipil yang menginisiasi acara ini, termasuk Yayasan Madani, debWATCH Indonesia, Yayasan Pikul, IDEP, TemanMu, Walhi Bali, Kekal, dan Frontier.
Pada perhelatan “Apa Kabar Kita (2): Festival Air Bali” kali ini, beberapa pihak ikut menjadi kolaborator termasuk IDEP, Temanmu, BUPDA Intaran, Kelompok Peduli Sungai Intaran, Yayasan PIKUL, PPLH Bali, Yayasan Abdi Bumi, Kekal, Frontier, debtWATCH, World Resource Indonesia (WRI), 350 Indonesia, Madani Berkelanjutan, WALHI Bali, IAGI Bali, Pasraman Air, Balebengong, Omah Laras, Rumansa, Liqufy, Kisara, Jendranath, Bali Buda, Pasar Gemah Ripah, Water Stewardship Indonesia, Taksu Bali, Sirah Bali Info, Insta Bali Musik, Bali Musikgram, Info Konser Bali, dan beberapa pihak lain yang sedang dalam konfirmasi.
“Apa Kabar Kita (2)?: Festival Air Bali” ini merupakan perayaan yang terbuka untuk publik dan diharapkan dapat menarik ribuan orang dari berbagai latar belakang untuk terlibat.
Meneruskan tradisi dari perhelatan sebelumnya, bibit pohon akan kembali menjadi tiket masuk bagi para pengunjung di acara ini.
“Para pengunjung dapat masuk ke tempat acara hanya dengan menukarkan bibit pohon yang mereka bawa,”imbuhnya.
Panitia penyelenggara akan menyediakan bibit pohon di lokasi acara yang bisa dibeli para pengunjung. Seluruh bibit pohon dan hasil penjualannya akan didonasikan ke Komunitas Sungai Bahari untuk meneruskan penanaman pohon yang secara rutin telah mereka lakukan.
Cara ini juga menjadi salah satu langkah awal untuk publik bisa berkontribusi dalam pelestarian lingkungan.
Partisipasi aktif dari masyarakat sangat penting untuk menciptakan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dalam menjaga kelestarian air di Bali dan juga isu lingkungan lain yang saling berkelindan.
Cara ini juga menjadi salah satu langkah awal untuk publik bisa berkontribusi dalam pelestarian lingkungan. Partisipasi aktif dari masyarakat sangat penting untuk menciptakan kesan kolektif dan tindakan nyata dalam menjaga kelestarian air di Bali dan juga isu lingkungan lain.