Kabarnusa.com – Keputusna Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada bulan Juni membuat dolar Amerika bergerak ke level lebih tinggi dibanding Euro pada dua minggu pertama. Pergerakan, dari 1.1110 menjadi 1.1400 akibat ketakutan investor atas krisis hutang Yunani dan peningkatan antisipasi pengumuman suku bunga FOMC pada 17 Juni.
Dilanjutkan pengulangan posisi pasif FOMC atas kenaikan suku bunga Amerika sambil mempertahankan suku bunga di catatan terendah, 0,25%.
Ini mengecewakan para pelaku trading yang membuat penurunan pada kekuatan Dolar Amerika dan peningkatan Pound Sterling, Euro serta harga emas.
Negosiasi panjang Yunani terhadap para kreditor bahkan tidak dapat membuat pergerakan pada Euro dan Poundsterling, dan pada minggu terakhir Juni, timbul harapan setelah proposal reformasi baru Athena untuk Eurogroup.
Rupiah Indonesia (IDR) diprediksi akan mengalami nilai rendah 13145.2 dan nilai tinggi 1,3398.0 terhadap Dolar Amerika akibat adanya tantangan dalam pertumbuhan ekonomi dan naiknya angka pengangguran,
D samping isu kronis terkait inflasi. Bulan Juni, pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan fiskal untuk mendongkrak perekonomian, seperti pelonggaran pajak pada barang mewah.
Kepala Analis Pasar FXTM, Jameel Ahmad mengungkapkan rupiah Indonesia masih terus berhadapan dengan tekanan berat dan akan terus menurun.
Mayoritas pasar mata uang menghadapi tekanan karena prediksi suku bunga Amerika, Rupiah terkena dampak ganda akibat penurunan pada harga minyak mentah.
“Laporan GDP juga kehilangan ekspektasi dan bukan hanya akan memunculkan antisipasi bahwa bank Sentral harus meringankan kebijaksanaan moneter, tapi para investor akan merasa ragu dengan melemahnya harga jual,” ujar Ahmad dalam siaran persnya diterima Kabarnusa.com.
Poundsterling memulai bulan ini pada level 1,535, dan pada 18 Juni meningkat ke 1,594. Pengamatan dari dekat menunjukkan kenaikan 600 pips terhadap Dolar Amerika yang disebabkan sikap biasa atas pemulihan ekonomi Amerika pada tanggal 17.
Ini berakibat penurunan 100 pips, namun pergerakan tetap impresif walaupun mengingat kondisi ekonomi di Inggris, termasuk adanya deflasi.
“Nilai Dolar secara umum memberikan peluang arah untuk Pound selama Juni dan dengan sentimen yang lemah terhadap Dolar, ini menginspirasi pelaku trading GBPUSD untuk berlomba kencang,” sambungnya.
Di saat GBPUSD berhasil meraih nilai tertingginya sepanjang tahun di level 1.5929, tidak ada pembenaran untuk pasangan mata uang ini dibeli dalam jumlah besar karena kenaikan suku bunga Inggris masih berjarak setahun lagi.
Sewaktu para pelaku sadar akan ini, mereka menikmati kesempatan lomba penjualan dan saya tidak akan kaget bila GBPUSD akan berakhir di nilai sekitar 1.56 pada bulan ini,” sambungnya. (rhm)