![]() |
Akademisi dan advokat Dr Ida Bagus Radendra Suastama/ist |
Denpasar – Mahasiswa sebagai kaum intelektual harus tetap menjaga kemurnian idealisme gerakannya sebagai komunitas akademis jangan sampai dipolitisasi oleh kelompok kepentingan yang ingin membuat kekacauan atau memperkeruh keadaan.
“Jangan sampai kemurnian idealisme mahasiswa sebagai komunitas
akademis dipolitisasi penumpang gelap yakni pihak-pihak yang memang
ingin membuat kekacauan dan memanfaatkan kerumunan massa,” ucap akademisi dan advokat Dr. Ida Bagus Radendra Suastama, dalam keterangannya, Kamis (3/10/2019).
Radendra yang merupakan pengarah dan koordinator Aksi Kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme sejak 2017 juga mengapresiasi positif Simakrama Gubernur Bali I Wayan Koster dengan rektor, akademisi dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Rumah Jabatan Gubernur, Jayasabha Denpasar, Rabu (2/10/2019) malam.
Saat pertemuan itu, Koster mengapresiasi dan menghormati pergerakan mahasiswa yang penuh semangat dan dinamis. Bahkan, dia senang dengan gerakan mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya, namun diharapkan mereka tetap menjaga sopan santun, tata tertib saat berdemokrasi.
Dalam pandangan Radendra, inisiatif mahasiswa menyampaikan keberatan terhadap isi RUU, mestinya murni karena sikap peduli kepada bangsa. Hal itu dinilai cukup baik karena mahasiswa adalah bagian dari komunitas akademis.
Masyarakat akademis senantiasa menjunjung kebebasan berpendapat dan bukan kebebasan destruktif.
“Masyarakat ilmiah bukanlah masyarakat preman, yang saya berikan singkatan preman itu sebagai “predator-ketentraman” alias pemangsa ketentraman, menghilangkan ketentraman masyarakat, ketentraman publik. Padahal ketentraman adalah bagian dari hak publik,” tandasnya.
Karena itu, adanya mahasiswa atau menyerupai mahasiswa yang anarkis dan kasar bergaya preman di beberapa daerah sungguh memalukan. “Penggunaan kekerasan adalah bagian dari cara berfikir radikalisme. Dan radikalisme harus kita lawan,” tegas dia.
Radendra yang pernah menjadi koordinator Aksi Kebangsaan Mahasiswa Se-Bali Menjaga Pancasila 10 November 2018 di Kampus Unud Sudirman itu meminta agar semangat itu, tetap dijaga agar massa mahasiswa tidak ditunggangi penumpang gelap yang menyusup dan menghasut bentrokan dengan polisi.
Dia mengharapkan, agar tuntutan mahasiswa juga harus tetap jernih, fokus menolak RKUHP dan UU KPK. Jadi, jangan melebar, misalnya menjadi upaya melengserkan pemerintahan yang sah apalagi menyoal ideologi Pancasila yang sudah final.
“Jangan sampai kemurnian idealisme mahasiswa sebagai komunitas akademis dipolitisasi penumpang gelap yakni pihak-pihak yang memang ingin membuat kekacauan dan memanfaatkan kerumunan massa,” ucap Radendra yang Ketua Yayasan Handayani.
Dalam ilmu psikologi massa disebutkan, bahwa kerumunan massa, apalagi yang berjumlah besar, adalah paling mudah dan rawan untuk di infiltrasi dan diprovokasi.
Video-video di media sosial banyak menunjukkan upaya kelompok tertentu yang membayar orang-orang bukan mahasiswa untuk melempari polisi dan mengeruhkan situasi.
“Ini bukti awal yang cukup untuk mencurigai ada pihak yang berusaha memanfaatkan massa untuk mengacaukan suasana bangsa ini,” sambung Radendra yang Wakil Ketua III DPW Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena) Bali.
Idealisme Mahasiswa itu bagus, karenanya memang salah satu fungsi masyarakat akademik, menjadi pengingat kepada para elite agar tidak melenceng dr tugas pokok mereka utk membela rakyat, bukan membohongi rakyat.
Namun yang penting lagi, tetaplah jaga kemurnian perjuangan agar tidak ada penumpang gelap yang memanfaatkan situasi utk memperkeruh keadaan.
Mahasiswa ikut unjuk rasa tidak masalah, tapi harus tetap kritis. Sesama mahasiswa dan BEM antar kampus di Bali, justru harus saling mengingatkan dan meluruskan jika ada indikasi melenceng dari apa yang disepakati untuk diperjuangkan bersama.
“Dengan posisi sebagai BEM kampusnya, maka punya hak untuk saling bertanya, ini fokusnya apa (agar tidak melebar tak jelas) dan buat komitmen, jika melenceng, kami akan menarik diri, begitu mestinya,” papar Radendra yang semasa mahasiswa di Bandung menjadi Ketua Senat Mahasiswa dan Ketua Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional.
Mahasiswa adalah pembelajar. Tentu mempelajari dengan benar substansinya. Bukan sekedar berdasarkan “katanya – katanya” tanpa tahu benar isinya.
Penggagas dan Koordinator “Aksi Kebangsaan Mahasiswa Bali Menjaga Pancasila” ini mengharapkan, agar mahasiswa memilih mana substansi dan mana infiltrasi.
Mahasiswa selain harus membangun sikap kritis dan kepekaan juga mesti cerdas dan cermat. Jangan sampai, tanpa sadar menjadi alat atau diperalat oleh suatu kepentingan yang tidak jelas agendanya.
Tentu saja, mahasiswa harus sadar bahaya itu. Tiap kerumunan besar akan sangat mudah dijadikan sasaran penyusupan orang-orang tertentu.
Ada pihak-pihak yang menunggu kesempatan adanya kerumunan besar untuk bisa membayar orang-orangnya menyusup, memancing rusuh dengan aparat, menciptakan chaos dan kekacauan.
Gunakan cara elegan dan legal, sarannya kepada seluruh aktifis mahasiswa se Indonesia. Turun ke jalan saat ini, bukan hanya tidak elegan tapi akan mudah jadi sarana pihak tertentu membuat kerusuhan.
“Cara kekerasan adalah cara “radikalisme” yang tidak sesuai Pancasila ,” demikian Radendra. (rhm)