Indeks Demokrasi RI Peringkat 64, KSP: Kita Berkomitmen Selamatkan Indonesia yang Plural

7 Februari 2021, 07:05 WIB
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani/KSP

Jakarta – Pemerintah tetap berkomitnen merawat demokrasi dan
menyelamatkan Negara dan Bangsa Indonesia yang plural meskipun dalam penilaian
sepintas indeks demokrasi mengalami penurunan pada tahun 2020.

Diketahui, Laporan “Democracy Index 2020: in Sickness and in Helath?” dari The
Economist Intelligence Unit (EIU) (2021) menempatkan Indonesia pada peringkat
64 secara global, 11 di regional Asia dan Australia.

Total Indonesia mendapat skor 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi
yang belum sempurna (flawed democracies).

Dari 5 (lima) indikator penilaian, Indonesia mendapat nilai 7,92 untuk proses
pemilu dan pluralisme, 7,14 fungsi pemerintah, 6,11 partisipasi politik, 5,63
budaya politik demokrasi, dan 5,59 kebebasan sipil.

Laporan Indek Demokrasi oleh EIU dibuat sejak tahun 2006. Pada rentang waktu
tersebut, dari 4 (empat) kategori yang dibuat yaitu demokrasi penuh (full
democracies), demokrasi belum sempurna (flawed democracy), rezim hibrida
(hybrid regimes), dan rezim otoritarian (authoritarian regimes).

Indonesia senantiasa dalam kategori negara demokrasi yang belum sempurna
(flawed democracies). Ini artinya, Indonesia sampai dengan saat ini terus
berjuang untuk tidak merosot pada kondisi yang lebih buruk.

Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan,
Indonesia berusaha untuk tidak jatuh pada rezim hibrida atau otoriter, dan
kita berhasil untuk itu.

“Dalam kategori tersebut, Indonesia tengah berjuang menjadi negara demokrasi
penuh,” kata Jaleswari dalam keteranganya, Sabtu (6/2/2021).

Melihat data Indek Demokrasi EIU, mulai tahun 2017 angka Indek Demokrasi
Indonesia menunjukkan titik balik membaik dan kemudian di tahun 2020 turun.

Hal itu dipengaruhi oleh aktifnya langkah pemerintah melakukan penegakan hukum
terhadap aksi intoleransi yang membahayakan ideologi negara.

Di satu sisi ukuran indeks demokrasi bersifat global tanpa mempertimbangkan
situasi internal negara. Menguatnya intoleransi perlu direspons melalui
langkah penegakan hukum yang menjadi identitas negara demokrasi yaitu rule of
law.

“Dengan demikian harus dilihat bahwa ada kebutuhan negara untuk memperteguh
ideologi Pancasila, mengokohkan toleransi dan menggencarkan deradikalisasi,”
tandasnya.

Berbagai upaya itu secara tidak langsung merupakan upaya pemerintah merawat
demokrasi tetap hidup.

Pemerintah tidak ingin ditengah masyarakat berkembang ideologi yang
membahayakan keberlangsungan negara, marak intoleransi dan berbagai ekpresi
radikalisme.

Selain itu, ditengah pandemi Covid-19, pemerintah membutuhkan efektivitas
pemerintahan dan terjaganya stabilitas untuk keluar dari berbagai permasalahan
yang ditimbulkannya.

“Penilaian sepintas, proses tersebut tentu akan mempengaruhi penilaian publik
tentang demokrasi kita, tapi itu sesungguhnya justru pilihan tepat agar
demokrasi tetap hidup dan keluar dari situasi sulit yang dihadapi,” tuturnya.

Jadi, terlepas dari angka indeks demokrasi EIU, Pemerintah berkomitmen kuat
merawat demokrasi, demokrasi yang menyelamatkan negara dan Indonesia yang
plural.

Lanjut dia, demokrasi merupakan sebuah pergerakan yang harus dijaga
bersama-sama. Indek demokrasi yang ada menjadi catatan untuk melakukan
evaluasi dan mengambil kebijakan strategis atas aspek-aspek yang perlu
diperbaiki. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini