Inilah Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia

20 September 2015, 12:26 WIB
ilustrasi (foto:Invonesia)

Kabarnusa.com
Kebakaran hutan di Indonesia yang menimbulkan kabut asap tebal di
sejumlah provinsi terjadi pada areal basah beriklim basah lantaran
adanya penurunan kelembaban dan bukaan kanopi sehinggga lingkungan hutan
(rawa gambut) yang semestinya basah dan lembab menjadi kering dan mudah
terbakar.

Demikianlah, hasil riset yang dipaparkan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait kebakaran hutan sebagaimaana
disampaikan pada Diskusi Publik “Hasil Penelitian LIPI Terkait Kebakaran
Hutan: Kebijakan, Dampak, dan Solusi” belum lama ini di Media Center
LIPI Jakarta.

Diketahui Indonesia merupakan negara tropik yang
sebagian besar kawasannya memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih
dari 2.000 mm3 per tahun.

Karenanya, Indonesia memiliki tutupan
hutan dengan karakteristik hutan hujan tropik. Ciri utama ekosistem
hutan ini adalah memiliki keanekaragaman hayati dan kelembaban yang
tinggi.

Prof. Dr. Tukirin, peneliti Pusat Penelitian (Puslit)
Biologi LIPI menuturkan, ekosistem hutan tropik pada dasarnya tidak bisa
terbakar secara alami sekalipun pada daerah beriklim kering.

Hahnya
saja, pengelolaan hutan yang kurang tepat menyebabkan menurunnya
kelembaban udara dan bukaan kanopi hutan sehingga berakibat serasah dan
material runtuhan di lantai hutan menjadi kering.

“Bahan-bahan
runtuhan dan serasah tersebutlah yang memicu kebakaran di areal hutan
tropik di Indonesia,” ungkap Tukirin dalam lama LIPI.

Hasil
penelitian Tukirin menemukan, dampak kebakaran berat dapat mematikan
hampir seluruh pepohonan penyusun hutan mencapai lebih dari 80 persen.

“Untuk
hutan rawa gambut umumnya akan mati secara keseluruhan, tidak ada pohon
yang mampu bertahan pasca kebakaran apalagi kebakaran berulang akan
memusnahkan seluruh jenis primer,” ujar Tukirin.

Jenis tumbuhan
yang muncul setelah kebakaran adalah jenis-jenis tumbuhan pionir dan
sekunder seperti kelompok mahang (Macaranga spp.), anggrung (Vernonia
arborea), tembalik angin (Croton sp), dan tumbuhan paku reasm (Pteridium
sp. dan Gleichenia sp.).

Sedangkan habitat rawa gambut, pasca
kebakaran hanya ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis
spp, Blechnum spp dan Stenchlaena palustris. “Tapi tidak ada tumbuhan
berbunga yang mampu bertahan dan tumbuh setelah kebakaran,” ujar
Tukirin.

Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI,
Dr. Herman Hidayat menambahkan, kebakaran hutan bersumber dari lahan
gambut yang seharusnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air.

“Lahan
gambut sebenarnya tidak boleh digunakan oleh pengusaha untuk budidaya
kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), idealnya peraturan ini
dipatuhi karena sudah diatur oleh pemerintah,” ungkap Herman. (ari)

Berita Lainnya

Terkini